oleh: Faisal Manoppo, Warga Mogolaing
Menentukan pilihan di Pilwako Kota Kotamobagu (KK) ini bagi saya pribadi tidak rumit dan sangat sederhana. Saya yang sama sekali tidak mempunyai kepentingan langsung dalam bentuk apa pun dengan semua calon, dan hanya menginginkan perubahan Kotamobagu yang menguntungkan (tidak susah) bagi seluruh rakyat.
Pemikiran mudah menurut saya begini, bagi pendukung yang mati-matian belain jagoannya, sudah pasti memiliki kepentingan langsung.
Boleh jadi karena proyek (bagi-bagi paket), tawaran kursi jabatan, kepentingan Legislatif 2014 dan komitmen lainnya. Entah apakah calonnya itu rasional (kapabel) atau tidak memimpin daerah ini, bukan soal yang penting kepentingannya dulu terpenuhi.
Penjabaran singkatnya seperti ini, Djelantik (incumbent) akan mempertahankan kekuasaannya (dan pasti mengkarantinakan antek-anteknya Tatong) dan mempersiapkan calon penerus berikutnya (mungkin anaknya dipersiapkan). Dan bagi saya, perubahan selama kepemimpinannya (Djelantik-Tatong) hingga saat ini, kurang memuaskan.
Kedua, bila Tatong menang, akan lebih parah lagi. Kroni2 Djelantik bakal dibabat habis. Dan pastinya kepemerintahan Tatong akan berjalan pincang (perang birokrasi). Sejauh saya kenal, Tatong tidak suka dikritik atau legowo bahkan malah membangkang (sudah terbukti diduetnya dgn Djelantik dalam kurun waktu hampir tiga tahun lalu hingga detik ini). Tatong membangun dinastinya sendiri didalam dan diluar sistim. Proyeksi program Tatong 5 tahun kedepan, masih abstrak dan tidak terukur pasti.
Kubu Djelantik dan Kubu Tatong tak beda dengan bensin dan api. Siapa yg bisa sangkal?
Memilih Salim Landjar, sebagai bentuk konklusi pemikiran ini adalah jawaban pilihan saya. Saya mengenal Salim Landjar ketika dia rajin mengkritisi segala peran legislatif-eksekutif. Meski kurang diperhitungkan, dia tetap konsisten membawa nama lembaganya (LSM) mengawasi kebijakan pejabat. Dan posisinya saat ini, tidak berseberangan dengan Djelantik dan Tatong termasuk para konco-konconyanya. Salim Landjar setidaknya masih punya hati karena dibesarkan dari akar rumput.
Tercermin dari pribadi dan pergaulannya yang tidak ekslusif dan mudah bergaul dgn siapa saja. Saya yakin, tukang sampahpun tidak canggung duduk bersama dengan dia. Dan lebih utama lagi, dia pasti akan lebih bersedia mendengarkan keluh kesah rakyatnya. Pemimpin sekarang ini harusnya lebih banyak mendengar dan bertindak, ketimbang banyak ngomongnya.
Sederhana bukan? Bagaimana dgn kalian? (*)