TOTABUAN.CO – Konsulat Jenderal (Konjen) Republik Indonesia di Kuching, Sarawak, Malaysia mencacat Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang meninggal di negara bagian itu rata-rata 200 jiwa setiap tahunnya. Dari total yang meninggal, sebesar 80 persen tenaga kerja ilegal atau tidak memiliki dokumen resmi.
Sementara jumlah TKI yang tercatat (legal) di Sarawak berjumlah 141.804 orang. Jumlah itu berbeda dengan data TKI ilegal di negara bagian yang berbatasan langsung dengan Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) itu yang mencapai lebih dari 280.000 orang.
“Tenaga kerja kita dengan mudah masuk ke sini (Sarawak) karena banyaknya pintu masuk atau jalan tikus di perbatasan. Ini juga terjadi karena ada demand dan supplay. Sudah seperti saling membutuhkan,” ujar Konjen RI di Kuching Jahar Gultom saat berdialog dengan Wakil Ketua MPR Oesman Sapta beserta mahasiswa, dan tokoh masyarakat Indonesia di Sarawak di kantor Konjen RI Sarawak, Malaysia.
Turut hadir dalam dialog itu antara lain Kapolda Kalbar, Danlanud Pontianak, Sekjen MPR, para mahasiswa Indonesia yang kuliah di Malaysia serta sejumlah tenaga kerja Indonesia.
Jahar mengaku miris dengan banyaknya TKI yang meninggal. Apalagi mayoritas tidak memiliki dokumen resmi. “Hampir 80 persen TKI yang meninggal itu tak memiliki dokumen resmi sebagai tenaga kerja. Tahun 2015 lalu bahkan kami mencatat ada 236 orang meninggal TKI kita di Serawak ini,” ungkapnya.
Jahar menyebutkan, kurangnya pemahaman akan keselamatan kerja menjadi penyebab para TKI meninggal. Contohnya, tidak terlatih membawa alat berat, namun dipaksanakan. Hal ini diperburuk dengan perusahaan lepas tanggungjawab, karena mereka tanpa kontrak kerja dan tidak memiliki dokumen kerja yang sah. “Kebanyakan tidak paham dengan safety. Ini masalah besar juga karena proses pemulangannya sulit. Bila ada keluarga meminta dipulangkan ke Tanah Air, ya Konjen berupaya untuk fasilitasi semuanya,” ucapnya.
Atas kondisi seperti itu, Osman Sapta mendukung upaya pemerintah Indonesia melakukan sosialisasi kepada TKI di luar negeri. Perlindungan terhadap TKI harus dilakukan dengan berbagai cara. Bahkan Oesman telah melakukan pertemuan dengan sejumlah pejabat tinggi Sarawak untuk membahas masalah TKI tersebut.
Ia juga menyarankan kepada Pemerintah Malaysia memperingatkan pengusaha untuk tidak lagi menggunakan tenaga kerja ilegal. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan mengingat nasib para pekerja ilegal tidak akan sebaik pekerja legal. “Saya sarankan dengan cara melarang. Jadi pemerintahnya sendiri harus melarang pengusaha menggunakan tenaga kerja ilegal. Sehingga, kita bisa sama-sama saling menunjang. Itu kan masalah perijinan saja. Jadi ini harus kita pikirkan bersama untuk melegalkan tenaga-tenaga kerja yang ada,” katanya.
sumber:beritasatu.com