TOTABUAN.CO — Sejak abad ke-7, China sudah memasuki Indonesia melalui aktivitas perdagangan dan mulai menyebar di berbagai wilayah Indonesia. Maka tak heran jika saat ini pengaruh budaya China sudah mengakar, bahkan juga ikut ditiru oleh sebagian masyarakat Indonesia.
Salah satu budaya China yang ditiru itu adalah zodiak astrologi bangsa China atau Shio yang menjadi panutan masyarakat dalam memahami safat dan karakter seseorang. Menurut ahli astrologi China, Suhu Jenie, lebih dari 50% Shio mempengaruhi keseimbangan karakter shio terhadap aktivitas, sifat, dan ramalan.
“Shio baik untuk panduan melangkah. Kalau bisa menyiasati semoga kehidupan jadi lebih baik dan lancar,” ujar Jenie kepada merdeka.com, Jumat (6/3).
Selain untuk mengetahui sifat dan karakter seseorang, astrologi China juga banyak digunakan untuk menghitung keberuntungan hubungan manusia, atau Fengshui. Jenie menjelaskan, Fengshui adalah ilmu keseimbangan China kuno terhadap manusia dengan lingkungan sekitar, misal manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan, dan manusia dengan aktivitas kerjanya.
Namun dengan berkembangnya Shio dan Fengshui, bukan berarti bangsa Indonesia tidak memiliki perhitungan sifat dan peruntungannya sendiri. Salah satu budaya yang saat ini masih digunakan oleh sebagian masyarakat Indonesia adalah primbon.
Primbon merupakan semacam perhitungan atau ramalan bagi Suku Jawa yang biasanya digunakan untuk menjawab segala sesuatu tentang kehidupan manusia. Sama dengan Fengshui, primbon membicarakan tentang watak manusia dan hewan berdasarkan ciri fisik, perhitungan mengenai tempat tinggal, baik-buruknya waktu kegiatan seperti upacara perkawinan, pindah rumah, acara adat, dan lainnya.
Dilansir dari primbonjawa.net, primbon jawa ini berbeda dengan zodiak. Zaman dahulu masyarakat Indonesia sangat menggantungkan hidupnya pada alam untuk bertahan hidup. Merekapun terdorong dan mendalami, mencermati dan mempelajari gejala-gejala alam agar mendapatkan hasil yang lebih baik dan terhindar dari kegagalan.
Pendalaman tersebut dicatat dan polanya di uji berulang-ulang secara empiris tersebut hingga di tata menjadi sistem penanggalan, sistem musim, dan sisi rasi bintang. Sebagian lagi dijadikan sebagai catatan tanda-tanda alam, seperti letak tahi lalat, kedutan, mimpi, dan sebagainya.
Pada dasarnya, setiap ramalan yang berkembang di Indonesia semua sama. Menurut Jenie, yang membedakan ramalan-ramalan tersebut hanya sudut pandang dari budaya. Masyarakat China di Indonesia sudah pasti memercayai dan menerapkan Shio dan Fengshui dalam kehidupan sehari-hari, karena ramalan tersebut sudah menjadi budaya mereka.
Sama halnya dengan masyarakat China, masyarakat Jawa pun sudah memercayai dan menerapkan primbon untuk kehidupan sehari-hari, karena sudah menjadi budaya mereka. “Sebenarnya sama hanya sudut pandangnya dari budaya yang berbeda, yang satu timur yang satu barat,” jelas Jenie.
sumber : merdeka.com