TOTABUAN.CO – Hari ini kuasa hukum terpidana mati asal Nigeria, Sylvester Obiekwe Nwolise alias Mustopa, Farhat Abbas telah berkunjung ke Lapas Batu Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Ini kali pertama Farhat mengunjungi Alcatraz-nya Indonesia.
Sekitar dua jam Farhat berada di Nusakambangan. Dia datang ke Dermaga Wijayapura, Cilacap, Senin (9/3/2015), pukul 10.00 WIB dan keluar pukul 11:45 WIB. Saat keluar dermaga, dia menceritakan pengalaman ke Lapas Nusakambangan. “Saya pertama kali datang ke Nusakambangan,” kata Farhat.
Semula, Farhat membayangkan hal-hal menyeramkan menyelimuti Lapas Nusakambangan. Namun, ketika dia berada di dalam bayang-bayang ‘kengerian’ itu sirna.
Farhat menjelaskan, penjagaan dan suasana di Nusakambangan tidak seperti yang dibayangkan. Semua terlihat biasa, proses masuknya juga tidak berbelit-belit. “Tapi ternyata di sana saya tidak bisa nelepon, dan tidak bisa bawa kamera,” kata Farhat.
Menurut pegawai Lapas, siapapun tidak diperbolehkan membawa ponsel dan kamera. Hal ini membuat dirinya tambah yakin bahwa kliennya, Mustopa, tidak bisa mengendalikan peredaran narkoba, seperti yang diberitakan.
“Jadi saya harus berpikir dua kali. Bahwa pengacara saja tidak boleh membawa kamera, bagaima bisa terjadi proses jual-beli dan transaksi di lapas?” tanya Farhat.
Seperti diberitakan, Sylvester masih bisa mengendalikan jaringan narkoba meskipun mendekam di Lapas Nusakambangan. Sylvester bersama teman di penjara, Andik, mampu mengendalikan jaringannya. Jaringan itu akhirnya tertangkap di Papua Nugini, Surabaya dan Jakarta. Atas peristiwa ini, Badan Narkotika Nasional (BNN) pun merekomendasikan Sylvester untuk segera dieksekusi mati.
Kepada Farhat, Sylvester membantah sebagai bandar narkoba. Dia hanya kurir. “Seperti dia yang rela menelan narkoba ke dalam perutnya satu kilo lebih yang berisiko kematian. Jadi, Sylvester bukan bandar, tapi faktor ekonomi melakukan itu dan dia sudah bertobat,” kata Farhat.
sumber: metrotvnews.com