TOTABUAN.CO KOTAMOBAGU – Relokasi pedagang pasar Serasi ke pasar Genggulang yang berbuntut hingga penutupan akses ke Pasar Serasi, terjadi perbedaan pandangan antara dua top eksekutif Walikota dan Wakil Walikota Kotamobagu Tatong Bara dan Nayodo Koerniawan.
Bahkan penutupan akses menuju ke Pasar Serasi atas intruksi Walikota Kotamobagu Tatong Bara itu, berbuntut hingga terjadi aksi pembukaan paksa dilakukan ratusan pedagang. Kurang lebih empat titik portal yang dibangun untuk menutup akses masuk ke kompleks pasar Serasi. Di setiap portal ditempatkan anggota Satupol PP, petugas Dinas Perhubungan serta TNI Polri. Saat penutupan petugas disiagakan siang malam.
Buntut penutupan akses itu, terjadi pembukaan paksa hingga terjadi petugas Satpol PP dan pedagang terlibat kericuan, namun tidak berlangsung lama.
Selain mengganggu aktifitas warga sebagai pengguna jalan, juga merugikan para pelaku usaha lainnya.
Penutupan seluruh jalan masuk menuju lokasi pasar Serasi serta pasar 23 Maret ini di lakukan, karena sebelumnya Pemkot Kotamobagu, berencana akan memindahkan seluruh pedagang pasar Serasi ke lokasi pasar Genggulang. Namun, karena banyak para pedagang yang menolak untuk direlokasi, membuat Pemkot Kotamobagu mengambil tindakan dengan cara menutup setiap pintu masuk kedua pasar tersebut.
Buntut penutupan akses ke pasar Serasi, sejumlah kendaraan tidak bisa masuk. Bahkan sejumlah pemilik toko serta kios warung makan yang berada di sepanjang jalan tersebut merugi karena tidak ada pembeli.
Dari kebijakan yang diambil Walikota Tatong Bara itu dengan penutupan akses, memunculkan pandangan berbedah dari Wakil Walikota Nayodo Koerniawan.
Mantan Ketua KPU juga pengacara ini menuturkan, bahwa penutupan akses ke Pasar Serasi dan 23 Maret, telah terjadi pengangkangan aturan. Yakni UU Nomor 22 Tahuan 2009, tentang lalu lintas dan angkutan jalan.
Menurut Nayodo, seharusnya penutupan akses ke ruang publik tidak perlu dilakukan. Sebab Ia beralasan, ada hak bagi para pengguna jalan untuk melakukan aktivitas perdagangan di luar kompleks pasar Serasi dan 23 Maret.
Nayodo menegaskan, penutupan jalan itu, telah melanggar hak-hak masyarakat. Sebab objek persoalan yang dilakukan, adalah pasar bukan jalan. Sehingga ia menilai ada pengangkangan aturan karena telah menghambat orang untuk beraktivitas atau berdagang.
“Yang menjadi objek persialan itu pasar, bukan jalan. Ini yang perlu saya harus luruskan. Tapi kalau sudah menutup jalan, itu namanya telah mengganggu kepentingan publik. Akses itu banyak pemilik toko atau penjual makanan yang ikut merasakan dampak dari penutupan jalan. Ada hak-hak masyarakat untuk beraktivitas atau berdagang yang diabaikan,” tandasnya. (*)