TOTABUAN.CO BOLMONG – Kisruh di internal anggota DPRD Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) tampaknya terus memanas.
Sejumlah tudingan yang ilontarkan kepada politis PDI Perjuangan itu, buntut surat mosi tidak percaya yang dikeluarkan lima fraksi. Terakhir yang terjadi adalah aksi walk out saat pembukaan sidang parpurna yang dilakukan empat fraksi.
Aksi itu dipicu karena ketidaksukaan sejak awal dari para anggota DPRD atas kebijakan yang dinilai sudah tidak sejalan dengan program kerja serta tugas di DPRD. Akibat dari aksi tersebut, sidang paripurna yang membahas sejumalh agenda batal dilaksanakan.
Menurut sejumlah anggota DPRD yang tergabung di lima fraksi, Welty dituding tidak serius untuk melaksanakan tugas yang menyangkut kepentingan masyarakat. Salah satu contoh adalah kegiatan reses. Menurut sejumah anggota DPRD, Welty dinilai hanya mementingkan tugas kepartaian ketimbang kepentingan rakyat.
Selain itu tudingan lainnya adalah, monopoli dalam tugas DPRD. Welty dinilai lebih dominan, ketimbang harus mendelegasikan salah satu pimpinan DPRD atau pimpinan komisi. Semua tugas yang seharusnya bisa didelegasikan, semua diambil alih.
Tidak dilaksanakannya paripurna pada momen HUT Kabupaten juga bagian dari keputusan sepihak yang perintahkan Welty.
Selain itu muncul tudingan lagi, yakni menghambat proses pergantian antar waktu (PAW) dari partai Golkar. Semua tudingan tersebut terkuak saat pembukaan sidang paripurna. Sejumlah anggota DPRD melakukan interupsi sekaligus melancarkan tudingan hingga secara berjamaah keluar dari ruangan ruangan yang menyebabkan sidang tidak dilaksanakan.
Kesenjangan yang terjadi di internal anggota DPRD Bolmong itu, setelah surat mosi tidak percaya yang ditandatangani lima fraksi di DPRD. Lima fraksi itu adalah fraksi Golkar, fraksi Nasdem, fraksi PKB, fraksi Demokrat Persatuan dan fraksi PKS.
Namun Welty sendiri membantah sejumlah tudingan tersebut. Menurut politisi PDI Perjuangan itu, tudingan yang dilontarkan hingga muncul surat mosi tidak percaya semua tidak beralasan.
Bahkan menurutnya, aksi yang dilakukan saat pembukaan sidang paripurna, adalah aksi kekanak kanakan.
“Semua tudingan itu tidak beralasan. Aksi itu seperti kekanak kanakan,” ucap Welty.
Politisi PDI Perjuangan tiga periode ini justru mengatakan, jika aksi tersebut adalah bentuk kepanikan atas .
Welty mengatakan, jika argumentasi para anggota DPRD yang ada di empat masing-masing dinilai tidak mampu dan biarlah publik yang menilai.
“Tiga periode duduk di DPRD dan dua kali menjabat Ketua DPRD, sebagai bukti dirinya mampu menjalankan tugas. Dan itu sebagai kepanikan karean tidak mampu mengimbangi seorang welty Komaling,” akunya.
“Tidak mampu dan panik. Saya sudah berlari seratus kilo meter perjam, mereka baru lari 20 kilometer perjam,” singgungnya.
Dia menilai apa yang menjadi tuntutan mereka soal pelengseran posisinya sebagai Ketua DPRD, bukanlah ranah empat fraksi.
Dia menambahkan, kapasitasnya selaku Ketua DPRD itu, adalah hak PDI Perjuangan.
“Kalau saya secara pribadi dalam kapaistias sebagai Ketua DPRD dianggap oleh pimpinan partai saya tidak mampu menjalankan tugas-tugas, partai punya kompetensi untuk menilai saya, bukan mereka,” sambungnya.
Kericuan yang terjadi di antara anggota DPRD, berawal muncul surat mosi tidak percaya yang ditandatangi lima fraksi di DPRD. Lima fraksi itu yakni, fraksi Golkar, fraksi Nasdem, fraksi PKB, Fraksi PKS, Fraksi Demokrat Pembangunan.
Mosi tidak percaya yang dilayangkan itu, karena lima fraksi menganggap sikap Ketua DPRD Bolmong Welty Komaling terlalu monopoli dalam tugas. Padahal menurut mereka, bahwa lembaga DPRD itu adalah kolektif kolegial.
DPRD Itu Harus Solid
Akademi sekaligus pengamat politik Sulawesi Utara Fery Liando mengatakan, mosi tidak percaya yang terjadi di internal anggota DPRD, justru hanya merugikan serta merusak citra wakil rakyat. Selain itu kata Fery, mosi tidak percaya hanya bisa diajukan oleh DPRD terhadap pemerintah.
“Mosi tidak percaya sesama anggota DPRD, seharusnya tidak perlu dilakukan. Mosi tidak percaya dapat diajukan jika kebijakan yang di keluarkan oleh pemerintah daerah yang bertengangan dengan kepentinhan umum atau menyimpang dari undang-undang,” katanya .
Dia mengataka, DPRD memiliki 3 hak yaitu hak angket, hak interpelasi dan hak menyatakan pendapat. Mosi tidak percaya itu adalah bagian dari hak menyatakan pendapat DPRD atas ketidakpercayaan terhadap pemerintah daerah.
“Kalau DPRD sudah tidak solid, ya harus dibuat solid. Bagaimana mungkin mereka bekerja untuk dan mengatasnamakan rakyat tapi justeru mereka tidak solid. Mereka tidak akan mengawasi pemerintah daerah jika internal mereka lemah. Pemerintah daerah akan bertindak sewenang-wenang jika DPRD itu sudah tidak solid. DPRD itu mewakili rakyat bukan mewakili ego dan ambisi masing-masing. Sehinga tidak ada cara lain untuk harus mensolidkan kembali,” tandasnya.(*)