TOTABUAN.CO BITUNG — Balai Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Sulawesi Utara (Sulut) terus mengingatkan para Calon Pekerja Migran Indonesian (CPMI). Salah satunya di sektor kelautan dan perikanan perusahan swasta luar negeri.
Tingginya angka kasus yang terjadi sangat penting untuk terus diingatkan terkait pengaduan awak kapal perikanan yang diterima BP2MI.
Hal tersebut dikatakan Kepala BP2MI Sulut Hendra Makalalag saat diundang memberikan kuliah umum persiapan kerja ke luar negeri pada sektor kelautan dan perikanan di hadapan 495 mahasiswa Politeknik Kelautan dan Perikanan Bitung Kamis 24 November 2022.
Di hadapan mahasiswa, Hendra menyampaikan, carut marut tata kelola penempatan dan perlindungan ABK saat ini bersumber pada kerangka hukum baik internasional, regional, maupun nasional terkait peraturan perlindungan PMI yang belum selaras dan menyeluruh serta tumpang tindih kewenangan masing-masing lembaga dalam memberikan perlindungan atas berbagai persoalan Pelaut Awak Kapal dan Pelaut Perikanan Indonesia.
Berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2017 pasal 4 menyebutkan, bahwa Pekerja Migran Indonesia meliputi pekerja migran yang bekerja di pemberi kerja berbadan hukum, pekerja migran yang bekerja di perseorangan atau rumah tangga serta pelaut awak kapal dan pelaut perikanan.
“Ini yang perlu diketahui bahwa pekerja di sektor perikanan dan kelautan harus mengikuti ketentuan yang berlaku agar aman ketika bekerja,” kata Hendra.
BP2MI terus memberikan informasi tentang prosedur kerja ke luar negeri bagi calon pelaut dari Poltek Kelautan dan Perikanan Kota Bitung.
“Acara hari ini sangat pas karena peserta yang hadir adalah adik-adik yang nantinya akan bekerja sebagai pelaut baik di dalam negeri maupun luar negeri,” katanya.
Saat ini tata kelola pelaut telah mengalami perubahan sehingga sistem perlindungan bagi pelaut awak kapal dan perikanan sudah lebih jelas seiring dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2022 tentang penempatan dan perlindungan awak kapal niaga migran dan awak kapal perikanan migran.
“Sesuai dengan pasal 3 ayat 1 UU ini berlaku bagi pelaksana penempatan, awak kapal niaga migran dan awak kapal perikanan migran. Jadi payung hukumnya sudah jelas sehingga adik-adik yang akan mempersiapkan diri untuk kerja di luar negeri sebagai pelaut sudah ada panduannya sehingga penempatan non-prosedural kami harap bisa dicegah” ucap Hendra.
Sesuai dengan pasal 5 UU Nomor 18 Tahun 2017 syarat untuk bekerja ke luar negeri ada lima. Yakni, minimal berusia 18 tahun, memiliki kompetensi, sehat jasmani dan rohani, memiliki jaminan sosial, dan memiliki dokumen lengkap yang dipersyaratkan. Kelima elemen ini wajib dipenuhi oleh setiap CPMI karena kelima hal ini memiliki unsur melindungi bagi warga Negara Indonesia yang bekerja ke luar negeri.
Untuk peluang kerja di sektor perikanan dan kelautan ada beberapa lowongan ke luar negeri. Yakni Korea Selatan, Taiwan, dan Jepang maupun sebagai awal kapal niaga di Italia, Singapura dan masih banyak lagi. (*)