TOTABUAN.CO-Bayangkan gerhana matahari total dinikmati di perairan Belitung dengan kapal ‘Majapahit’ sebagai latar depannya. Ketika bayangan bulan semakin menutupi cahaya matahari, semakin kuat pula siluet kapal kayu terbentuk. Hingga kemudian gelap gulita selama dua menit. Lalu perlahan-lahan bayangan bulan menyingkir, tampak lagi siluet kapal.
Rencana ini dipaparkan Staf Ahli Bidang Multikultur Kementerian Pariwisata Hari Untoro Drajat di Kantor Kementerian Pariwisata.
Kapal ‘Majapahit’ akan ikut dalam acara menyaksikan gerhana matahari total di Belitung. ‘Majapahit’ adalah kapal dari kayu yang merupakan replika kapal Majapahit. Penggagasnya orang-orang Jepang dan Indonesia yang tergabung dalam Komunitas Pencinta Majapahit, komunitas yang didirikan pada 2009.
Kapal ini dibuat pada 2010 oleh ahli teknik perkapalan dari UI, ITS, Unhas, USU, serta para ahli dari Prancis dan Jerman. “Paranormal juga kami libatkan,” ujar Sumarwoto, Ketua Komunitas Pencinta Majapahit. Saat itu, kapal masih bernama ‘Spirit Majapahit’.
‘Spirit Majapahit’ kemudian dibawa berlayar menuju Jepang pada 2010. Namun sebelum dapat menyeberangi Laut China Selatan, datang badai yang memaksanya putar haluan, kembali ke Indonesia. Pelayaran pun dijadwalkan ulang pada 2011, tapi terpaksa batal karena Jepang dihantam tsunami.
Gerhana matahari total 9 Maret 2016 dianggap sebagai momen tepat untuk mengembangkan layar kembali, menapaktilasi pelayaran kapal Majapahit ke Okinawa, Jepang pada abad ke-13.
Menteri Pariwisata Arief Yahya dijadwalkan akan melepas pelayaran kapal ‘Majapahit’ ke Jepang. Jalur yang akan ditempuh Belitung – Batang – Ho Chi Minh City – Hue, Vietnam – Hongkong – Kaohsiung City, Taiwan – Okinawa – Tokushima – Kamakura – Tokyo, Jepang. Pelayaran ini diperkirakan bakal makan waktu dua bulan.
“Ini bagian dari promosi kemaritiman, tol laut, juga wawasan Nusantara,” ujar Deputi Bidang Sumber Daya Manusia, Iptek, dan Budaya Maritim, Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya RI Safri Burhanuddin.
Kapal-kapal milik Majapahit pada masa itu adalah kapal besar dan pelaut Nusantara adalah pelaut kelas dunia. Sekretaris Jenderal Komunitas Pencinta Majapahit Takajo Yoshiaki menjelaskan spesifikasi ‘Majapahit’, yakni panjang 20 meter, lebar 45 meter, memiliki dua layar besar, dan cadik berukuran 20×8 meter.
Bandingkan dengan kapal ‘La Santa Maria’ milik Columbus yang punya panjang ’hanya’ 18 meter dan panjang kapal-kapal milik Magellan yang 15 meter. Bandingkan pula dengan ‘Sao Gabriel’, kapal milik Vasco Da Gama, yang panjangnya 27 meter.
‘Majapahit’ kini sedang sandar di Gilimanuk, Bali. Pekan depan, kapal tersebut akan tiba di Pati, Jawa Tengah untuk dipasangi ukiran Jepara yang merupakan ciri khas Majapahit, dan ujung kapalnya akan dipasangi Garuda.
Pelayaran napak tilas ini merupakan upaya menggambarkan akrabnya hubungan Nusantara dan Jepang. Pada abad ke-15, kata Takajo Yoshiaki, tak kurang ada sembilan kali pelayaran dari Okinawa ke Majapahit, dan lima kali pelayaran dari Majapahit ke Okinawa.
Bukti-bukti sejarah hubungan Okinawa dengan Majapahit pun masih dapat dilihat. Okinawa masih menyimpan surat-surat dari Majapahit. Sebaliknya, di Trowulan dan Banten, dapat dijumpai keramik buatan Imari, Jepang.
Persahabatan kuno bangsa Nusantara dan Jepang, dituturkan Sumarwoto, berlatar belakang kesamaan semangat, yakni sama-sama menolak dikuasai Mongol. Dua kali Mongol berusaha menginvasi Jepang dan gagal. Invasi Mongol ke Singasari juga gagal.
Pun ketika kekuasaan beralih ke Majapahit, Kubilai Khan tak berani menyerang Majapahit karena pengaruh Majapahit yang luas, dari Melayu sampai Samoa di Polinesia. Latar belakang itu yang menguatkan dibuatnya aliansi Nusantara dengan Jepang, dengan tujuan menghimpun kekuatan sehingga Mongol tak dapat menguasai Jepang dan Majapahit.
Sumber:cnnindonesia.com