TOTABUAN.CO — Pro-kontra pengosongan kolom agama untuk warga minoritas di KTP tidak membuat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) gentar.
Lembaga yang dipimpin Tjahjo Kumolo itu memastikan bahwa warga minoritas boleh meminta pemerintah daerah (pemda) untuk mengosongkan kolom agama dalam kartu tanda penduduk (KTP) yang dimilikinya kapan saja.
Tjahjo menuturkan, setiap warga negara jangan sampai ada yang merasa dipaksa untuk mencantumkan agama yang tidak dianutnya di KTP. Karena itu bagi warga yang ingin KTP-nya direvisi tentu diperbolehkan. “Kalau yang bersangkutan minta direvisi, ya harus direvisi. Kapan pun bisa,” tegasnya.
Soal mekanismenya, karena KTP itu dibuat Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil), tentu saja pemerintah daerah (pemda) harus memfasilitasi. Namun, akan lebih baik kalau menunggu perubahan peraturan perundangan yang ada.
“Kalau mau menunggu peraturan diperbaiki juga bisa. Saat ini kami sedang inventarisir semua undang-undang yang berpotensi mendiskriminasi warga,” terang politikus PDIP yang enam kali terpilih menjadi anggota DPR itu.
Saat ditanya, bukankah biasanya pemda yang menghambat terkait pengosongan KTP itu? Dia mengatakan bahwa memang perlu satu pemahaman antara kemendagri dengan daerah. “Perbedaan persepsi ini perlu untuk diuraikan, sehingga bisa punya satu visi. Secara bertahap, semua akan diselesaikan,” jelasnya.
Yang jelas, pengosongan kolom agama untuk sementara dan perbaikan peraturan ini kian urgen. Pasalnya, sesuai data Kemendagri ada sekitar 1 juta orang yang memeluk agama minoritas.
Selama ini, mereka terdiskriminasi karena tidak memiliki KTP atau dicantumkan agama yang lain. “Sejuta orang yang terdiskriminasi itu sebuah masalah besar. Kalau ditolak, lalu solusinya apa,” terangnya.
Dia menguraikan, warga yang tidak memiliki KTP karena warga minoritas kehilangan sejumlah hak.
Di antaranya, kehilangan hak mendapatkan status sebagai pegawai negeri sipil baik TNI dan Polri, kehilangan hak dalam pencatatan perkawinan dan tidak memiliki tempat peribadatan. “Paling tidak semua orang harus berpikir, bagaimana ini,” tegasnya.
Yang lebih ironis, anak dari warga dengan keyakinan minoritas ini juga terdampak. Anak warga minoritas ini tidak bisa mendapatkan akta kelahiran. Lalu. untuk kasus lainnya, warga yang KTP dicantumkan agama lainnya, maka anaknya dengan terpaksa harus mengikuti pelajaran agama yang tidak dipeluknya di sekolah.
“Inikan ironi sekali, karena itu kemendagri mengakomodir aspirasi mereka,” terangnya.
Sementara itu, Mabes Polri memilih menunggu keputusan resmi pemerintah terkait pengosongan kolom agama di KTP. Pihak kepolisian sangat berkepentingan dengan kolom agama, karena terkait dengan data administrasi seseorang saat diidentifikasi oleh polisi.
“Dalam proses identifikasi itu kan kami catat juga suku, agama, dan data lainnya,” tutur Wakakorlantas Brigjen Sam Budigusdian di kompleks Sekolah Tinggi Ilmu kepolisian kemarin. Contohnya ada pada identifikasi korban kecelakaan, identifikasi tersangka, atau pembuatan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).
Dalam berkas tersangka kasus kejahatan yang dikirim ke Kejaksaan, agama tersangka pasti disebutkan. Begitu pula dalam SKCK. Agama menjadi item yang wajib dicantumkan. Perubahan apapun yang dibuat oleh kementerian dalam negeri terkait administrasi kependudukan, otomatis akan berpengaruh pada pendataan administrasi di kepolisian
Salah satu sumber data kepolisian dalam mengidentifikasi seseorang adalah KTP. Karena itu, apabila pemerintah akhirnya membolehkan sebagian penduduk mengosongkan kolom agama di KTP, pihaknya akan menyesuaikan. Menurut dia, perubahan tersebut tidak akan menimbulkan masalah yang signifikan.
Disinggung bagaimana bentuk penyesuaian polisi, Sam belum bisa memastikan. “Kalau kolom agamanya kosong, nanti bisa diisi kepercayaan atau dikosongkan juga (data agamanya). Saat ini belum dirumuskan,” lanjut mantan Dirlantas Polda Jatim itu.
Dalam urusan pengosongan kolom agama di KTP, Kementerian Agama (Kemenag) sifatnya hanya memberikan bahan kajian kepada Kemendagri. Kepala Humas Kemenag Zubaidi mengatakan, memang ada rencana dari Kemendagri untuk meminta masukan kepada Kemenag.
Meskipun belum ada keputusan resmi, sikap Kemenag hampir dipastikan sama dengan pernyatakan Menag Lukman Hakim Syaifuddin beberapa waktu lalu.
“Selama itu dikosongkan bagi masyarakat minoritas, tidak akan berpotensi masalah,” kata Zubaidi. Intinya Kemenag tetap berharap kolom agama dipertahankan di dalam KTP. Perkara kolom itu nanti diisi atau tidak, Kemendagri yang membuat aturannya.
Alasan dari Kemenag adalah, agama merupakan keyakinan sekaligus identitas masyarakat. Pemerintah juga harus mengakomodir keinginan masyarakat yang berharap kolom agama tetap ada di KTP.
sumber : jpnn.com