TOTABUAN.CO – Pengiat anti korupsi dan beberapa advokasi lainnya menganggap penetapan tersangka oleh Kepolisian Daerah (Polda) Sulselbar terhadap Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad merupakan diskriminasi hukum.
“Penetapan AS tersebut sebagai tersangka merupakan diskriminalisasi yang sangat jelas,” ujar Staf Badan Pekerja Anti Corruption Committe (ACC) Kadir Wakanobun, Makssar, Sulsel, Selasa (17/2/2015).
Kadir mencontohkan, kasus yang menjadikan tersangka Samad ini merupakan kasus yang baru beberapa hari masuk di Polda Sulselbar. Sementara banyak kasus lain yang sudah bertahun-tahun ditangani namun tidak ada informasi atau perkembangan.
“Menurut data kami, saat ini setidaknya ada 15 kasus yang sudah bertahun-tahun mandek di Polda. Oleh karenanya kita membutuhkan ketegasan dari Presiden dalam melihat kasus tersebut,” ujar dia.
Hal senada disampaikan penggiat antikorupsi Djusman AR. Dengan tegas ia menantang Polda Sulselbar, untuk membuktikan tidak ada anggota polisi yang melakukan kasus yang sama seperti yang dilakukan Samad.
“Kalau memang berani, kita tantang Polda buktikan hal seperti itu tidak terjadi di kalangan Polda,” ungkap Djusman.
Djusman mencontokan, para anggota polisi yang kebayakan berasal dari kampung dan mendaftar polisi di kota. Namun sebagian besar mereka membuat KTP sementara dengan memasukan namanya di kepala keluarga atau KK warga setempat.
“Meskipun tidak semuanya, tapi pasti kebayakan ya begitu. Kalau berani silakan buktikan bahwa itu tidak terjadi di kalangan polisi,” tegas dia.
Selain itu, Djusman menegaskan, pimpinan KPK sengaja dikriminalisasi oleh beberapa orang guna melengserkan dari pimpinan KPK. Karena tidak mungkin mencari kekurangan mereka dari orang lain, maka dicarilah orang-orang yang dianggap dekat dengan mereka.
Meski demikian, Djusman membantah dengan tegas sejumlah oknum yang selama ini mengaku dekat dengan Samad dan membuka kejelakannya.
“Beberapa orang yang akhir-akhir ini mengaku kenal denga AS seperti Subriansyah tidak pernah berteman akrab dengan AS, mereka tidak pernah ada dalam sejarah perjuangan kami sebagai penggiat korupsi,”
ungkap dia.
Berhak Mengajukan Praperadilan
Sementara Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Sulsel siap memberi bantuan hukum kepada Samad dengan melakukan kajian terhadap penetapan tersangka Samad, apakah hal tersebut bersifat litigasi atau nonlitigasi.
“Nanti kita lihat hasil kajiannya, yang jelas kita akan proaktif memberi bantuan hukum sebagai sesama anggota Ikadin,” kata Yusuf Haseng selaku Ketua Ikadin Sulsel.
Pada kesempatan sama pengamat dan pakar hukum Marwan Mas menyampaikan agar semua pihak menghormati proses hukum yang berjalan. Meski demikian ia merasa wajar jika publik mempertanyakan hal penetapan tersengka Samad, karena kasus tersebut terkesan dicari-cari.
“Tentu kita harus tetap menghargai proses hukum atas penetapan tersangka Abraham Samad, namun wajar juga dikritisi terhadap kasus yang dijadikan dasar kasus lama 2007. Ini yang membuat publik curiga lantaran ada dugaan sengaja dicari-cari dan diungkap agar Abraham Samad tidak bisa lagi garang di KPK,” ungkap Marwan.
Kendati Marwan megatakan Samad berhak mengajukan prapradilan seperti yang dilakukan calon Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan, mengingat sudah beberapa pimpinan KPN yang dijadikan tersangka.
“Abraham juga bisa mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka, sama seperti yang dilakukan Komjen Budi Gunawan yang dimenangkan di pengadilan. Karena sudah 2 pimpinan KPK yang dijadikan tersangka. Berarti semakin tidak berdaya dan lumpuh karena kalau hanya 2 orang tidak bisa mengambil keputusan secara kolektif kolegial,” ujar dia.
“Itu berarti penanganan kasus korupsi di KPK tidak akan jalan seperti biasanya, sehingga yang diuntungkan adalah para tersangka di KPK, koruptor, dan calon koruptor yang antre di berbagai institusi negara,” sambung Marawn.
Marwan juga menyampaikan agar Presiden Jokowi segera mengeluarkan solusi terkait permasalahan yang sedang dihadapai Abraham Samad dan kawan-kawan di KPK saat ini “Presiden sehera mengeluarkan Perppu untuk mengisi kekesongan sementara pimpinan KPK, karena berdasarkan Pasal 32 (2) UU Nomor 30/2002 tentang KPK, pimpinan KPK yang jadi tersangka diberhentikan sementara dari jabatannya oleh keputusam presiden,” pungkas Marwan.
sumber: liputan6.com