TOTABUAN.CO — Menyongsong pemberlakuan Undang-undang No 6/2014 tentang Desa, berbagai persiapan sudah dilakukan oleh perangkat desa. Dari pelatihan melakukan pelaporan hingga studi banding ke Provinsi lain, seperti yang dilakukan 48 kepala desa se-Kebupaten Sleman, akhir tahun lalu.
Seperti dituturkan Kepala Desa Tirtomartani Kecamatan Kalasan Sleman, Danang Kristiawan, mau-tidak mau, siap tidak siap, lurah atau kepala desa harus paham tentang UU Desa dan bagaimana menerapkannya.
“Selama ini bayangannya adalah dana yang lebih dari Rp 1 miliyar. Ternyata tidak seperti itu. Kami harus membuat program dulu dan tidak semerta-merta dana langsung turun. Jadi sudah banyak yang salah tafsir,” ujarnya yang dihubungi Minggu (11/1).
Menurutnya, seperti apa yang dia pelajari dari Gianyar Bali, selain melakukan tata kelola pedesaan, kepala desa seharusnya mampu menjadi leader entrepreneurship sesuai potensi yang dimiliki desa.
“Tetapi yang penting, selain bagaimana menyajikan sistem pelaporan yang transparan, besok, lurah harus akomodatif terhadap persoalan warganya sekaligus mampu berdiri sebagai manajer,” katanya.
Danang mengaku bahwa dirinya bersama lurah lain di Kabupaten Sleman, siap menghadapi UU No 6/2014 tersebut.
Sementara itu Paguyuban Dukuh Kabupaten Bantul, juga mengaku siap berkontribusi dalam pelaksanaan UU Desa tersebut.
Ketua Paguyuban Dukuh Kabupaten Bantul, Sulistyo Admojo menyatakan, dengan disahkannya UU Desa ini, maka setiap desa akan mendapatkan dana dari APBN sebesar Rp 1,4 miliar disesuaikan dengan kondisi desanya masing-masing.
Sulistyo juga menyadari, tidak mudah mengelola dana yang besar, karena sebelumnya Alokasi Dana Desa (ADD) di DIY relatif kecil, sehingga dimungkinkan akan muncul shock culture.
“Untuk itu, perlu dilakukan penguatan kapasitas pengelola desa, tata kelola pemerintahan desa perlu di persiapkan dengan matang dan mekanisme pertanggung jawaban anggaran desa,” katanya. Yang jelas, tambahnya, jangan sampai anggaran dari pusat tersebut tidak sesuai dengan kondisi, alias mengada-ada.
Menanggapai itu, Pemerintah Kabupaten Bantul, segera menyusun peraturan daerah (Perda) yang mengatur teknis pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6/2014 tentang Desa.
Kepala Bagian Pemerintahan Desa (Pemdes) Setda Bantul, Heru Wismantara mengatakan, penyusunan Perda tentang desa ini juga akan dijadikan sebagai regulasi turunan dari Permendagri tentang aturan pelaksana maupun pemberlakuan UU tentang Desa.
“Menunggu Permendagri itu turun, kami siapkan Perda-nya,” katanya.
Sementara menunggu kesiapan dari pemerintah pusat, lanjutnya, Bagian Pemdes Bantul sudah melakukan sejumlah persiapan, antara lain bimbingan teknis kepada seluruh bendahara desa.
Sementara itu, pengamat politik UGM Arie Sujito membenarkan bahwa dengan diberlakukannya UU No 6/2014 tersebut maka Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) harus diakhiri, karena akan terjadi tumpang tindih anggaran. Terlebih lagi, dana program PNPM tersebut bersumber dari Bank Dunia sebagai model penguatan pasar yang berbentuk dana utang.
Menurutnya, UU Desa sudah bisa menjawab banyak persoalan di desa.
“Mungkin dapat diadopsi pendekatan partispasi PNPM untuk pelaksanaan UU Desa, tetapi pelaksananya tetap kepada pamong dan masyarakat desa,” katanya.
Dalam hal ideologi, UU Desa adalah untuk memperkuat desa yakni dengan menjadikan desa sebagai subjek pembangunan. Sedangkan PNPM, tidak melibatkan pemerintahan desa sebagai akar strategis pembangunan. Arie membenarkan langkah pemerintahan Jokowi-JK dengan menghapus PNPM tersebut, namun menurutnya, sebaiknya pemerintah menyiapkan roadmap terlebih dahulu.
“Sebaiknya tidak bertumpu pada fasilitator, karena tidak akan sesuai dengan semangat UU Desa itu. Harusnya yang perlu dilatih dan dididik adalah masyarakat desa,” katanya dan yang paling mendesak, lanjutnya, pemerintah harus memperkuat kapasitas desa baik untuk melakukan pelayanan, pengelolaan anggran dan penataan aset desa.
Sedang Wakil Bupati Sleman, Yuni Setia Rahayu memaparkan, PNPM memang direncanakan selesai pada tahun 2015. “Saat mulai diluncurkan pada tahun 2007, disebutkan bahwa periodisasi pelaksanaan PNPM yakni tahun 2007-2009 adalah tahap pembelajaran atau pemberdayaan, tahun 2010-2012 tahap kemandirian, tahun 2013-2014 tahap keberlanjutan dan tahun 2015 tahap exit strategy. Jadi memang benar PNPM selesai tahun ini,” katanya.
Namun dirinya mengaku belum mendapat penjelasan secara mendetail, apakah program-program yang sudah dijalankan melalui PNPM akan berakhir begitu saja, ataukan dilebur ke dalam kegiatan desa berdasar UU Desa yang baru.
“Kami belum mendapat keterangan pasti soal itu. Mau dikemanakan tenaga fasilitator itu dan yang jelas, sepertinya terpulang kepada kabupaten masing-masing,” ujarnya.
Menurut Yuni, meski pemerintah Jokowi-JK sudah memastikan pemberhentian kegiatan PNPM, sisa waktu untuk menyelesaikan program, masih berlangsung hingga April mendatang.
“Sebenarnya sayang jika fasilitator itu tidak dimanfaatkan, mereka orang yang cukup memiliki skill di bidang pemberdayaan,” ujarnya.
sumber : beritasatu.com