TOTABUAN.CO – Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Muzakir menilai, hasil putusan praperadilan yang diajukan Komjen Pol Budi Gunawan merupakan awal perkembangan hukum yang bagus di Indonesia. Pasalnya, hasil putusan tersebut membuat penetapan tersangka bisa digugat di praperadilan.
“Putusan praperadilan dalam kasus BG menjadi sejarah yang bagus dalam perkembangan hukum Indonesia yang mengakomodasi HAM dalam UUD 1945 Pasal 28A sampai 28C,” kata Muzakir saat dihubungi Beritasatu.com, Selasa (17/2).
Dia menegaskan, esensi positif dari putusan praperadilan BG adalah penetapan tersangka dapat digugat di praperadilan. Implikasinya, tutur Muzakir, penyidik KPK harus berhati-hati dan profesional dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan sampai orang tersebut ditetapkan menjadi tersangka.
“Harus dibuat dulu bukti-bukti delik tuduhannya, setelah itu mengumpulkan alat-alat bukti, kemudian mencari siapa yang bertanggun jawab atas kasus tersebut. Jika semua tahapan telah dilalui, maka baru menetapkan sesorang menjadi tersangka,” terangnya.
Selain terhadap penyidik KPK, menurut dia, putusan ini juga berimplikasi pada penyidik kepolisian dan kejaksaan. Selama ini, katanya, aparat penegak hukum, baik KPK, Polri, maupun Kejaksaan cenderung menetapkan tersangka dengan orientasi pada orangnya, bukan pada perbuatan dan alat-alat buktinya.
“Orang dijadikan tersangka dulu, baru dikumpulkan alat-alat buktinya sehingga persyaratan dua alat bukti sering diabaikan,” tandasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, bahwa KUHAP perlu dipertegas lagi bahwa putusan praperadilan bisa menggugat penetapan seorang menjadi tersangka. Selain itu, UU KPK, katanya, perlu direvisi.
“Salah satu revisinya adalah kewenangan penyidik KPK harus sama wewenangnya dengan penyidik aparat penegakan hukum agar tercapainya keadilan prosedural atau procedural justice,” jelasnya.
Muzakir mengakui bahwa manajemen antara penyidik KPK dan penyidik aparat hukum lain memang berbeda. Pasalnya, objek tindakan hukum dan subjek hukumnya berbeda, yaitu aparat penegak hukum dan penyelenggara negara.
“Manajemen KPK dengan penegak hukum lainnya berbeda tetapi wewenang penyidik di semua lembaga penegak hukum sama,” pungkasnya.
Meskipun demikian, Muzakir mengkritik putusan hakim Sarpin Rizaldi yang menerima gugatan BG dengan alasan penetapan tersangka BG oleh empat komisioner KPK tidak sah. Namun, menurut dia, penetapan tersangka tidak tergantung pada pemimpin, tetapi tergantung penyidiknya.
“Penentuan seseorang menjadi tersangka tergantung pada alat bukti yang dinilai sudah cukup memadai,” katanya.
sumber: beritasatu.com