TOTABUAN.CO — Kementerian Ristek dan Pendidikan Tinggi kembali menggenjot riset pesawat terbang N-219. Suntikan angaran sebesar Rp 200 miliar dikucurkan untuk riset pesawat mini berpenumpang 19 orang itu.
Menteri Ristek dan Dikti Muhammad Nasir menjelaskan, dia sudah menyusun road map untuk membidani N-219 hingga produksi massal.
Menurut mantan rektor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang itu, karakteristik pesawat N-219 cocok dengan kondisi Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau.
“Ketika antarpulau sudah tidak mungkin dijangkau dengan darat atau bahkan laut, pesawat menjadi salah satu alternatifnya,” katanya di Jakarta kemarin.
Salah satu karakteristik pesawat N-219 yang cocok dengan wilayah kepulauan Indonesia adalah urusan kebutuhan landasan pacu (runway).
Dia mengatakan, pesawat yang dikembangkan oleh PT Dirgantara Indonesia (DI) itu hanya membutuhkan landasan pacu sepanjang 600 meter (short landing).
Untuk pengembangan riset pesawat N-219 ini, Kementerian Ristek dan Dikti juga menggandeng Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan). Nasir mengatakan, Lapan benar-benar ditantang untuk pengembangan riset N-219 ini.
Dalam rencana riset yang ia pegang, Agustus 2015 nanti N-219 sudah harus menjadi pesawat jadi. “Bukan prototype,” tandasnya.
Kemudian di akhir 2015 nanti, Nasir menargetkan N-219 harus sudah mengantongi izin terbang dari otoritas terkait.
Menurut Nasir, saat ini sudah dipetakan potential market (kebutuhan pasar) pesawat N-219 mencapai 200 unit. Dimana harga satuannya sekitar USD 5 juta (sekitar Rp 62,4 miliar).
Sementara itu kapasitas produksi di pabrik PT DI hanya 24 unit per tahun. Jika kapasitas produksi itu tidak ditingkatkan, maka butuh waktu sekitar 9 tahun untuk memenuhi kebutuhan pasar itu.
Untuk itu Nasir mengatakan jika nanti pesawat N-219 sudah masuk produksi massal, Nasir akan meng-upgrade kapasitas produksi PT DI.
Sehingga mampu memproduksi 30 unit pesawat N-219 per tahun. “Informasinya Thailand sudah berminat membeli pesawat ini,” pungkasnya.
sumber : jpnn.com