TOTABUAN.CO — Baru-baru ini World Instant Noodles Association (WINA) menetapkan Indonesia sebagai negara kedua yang mengonsumsi mie instan paling banyak. WINA mencatat di tahun 2013, konsumsi mie instan masyarakat Indonesia mencapai 14,9 miliar bungkus.
Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 1 miliar per bungkus pada kasus yang sama tahun 2009. Artinya, rata-rata orang Indonesia mengonsumsi sekitar 60-61 bungkus atau 1,5 dus mie instan pada tahun 2013.
Atas hal ini, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi mengatakan, meningkatnya konsumsi mie instan menandakan kedaulatan pangan di Indonesia buruk.
“Pertama menandakan kita tidak punya kedaulatan pangan sehingga kita menjadikan mie instan sebagai menu utama. Apalagi bahan baku pembuatan mie instan impor semua. Seharusnya pemerintah mendesain soal kedaulatan pangan,” ujar Tulus saat dihubungi merdeka.com, Selasa (24/3).
Tulus mengatakan, kampanye pemerintah saat ini justru mengimbau masyarakat untuk mengurangi konsumsi nasi. Padahal seharusnya, kata Tulus, pemerintah justru mengkampanyekan kurangi konsumsi mie instan. Apalagi dengan bahan baku pembuatan mie instan diimpor semua.
“Di satu sisi pemerintah justru mengkampanyekan kurangi beras. Seharusnya kampanye kurangi mie instan bukan beras, sama iklan di TV harus dikurangi. Politik kebijakan pangan keliru dan promosi mie instan selalu kuat merangsang daya beli masyarakat,” ujarnya.
Tulus menambahkan, untuk dampak negatif dari konsumsi mie instan BPOM juga harus berperan. Yakni dengan membatasi komponen bumbu pada mie instan agar tidak terlalu banyak MSG-nya dan aman untuk kesehatan masyarakat.
“Sebenarnya gini kalau yang menjadi dampak negatif mie instan bumbunya itu, pemerintah mengatur itu dari BPOM membatasi berapa komponen garam, mecin. Sebenarnya naiknya konsumsi mie instan hal yang membahayakan, menghantam sisi kesehatan masyarakat,” ujarnya.
Adapun solusinya, Tulus berharap pemerintah dapat mendesain kedaulatan pangan yang baik. Seperti pembuatan mie instan sendiri dari bahan-bahan lokal.
“Memasok bahan panganan lokal, boleh mie instan dari bahan singkong atau ubi tidak impor,” tutupnya.
sumber : merdeka.com