TOTABUAN.CO – Tarif listrik pelanggan rumah tangga atau golongan R-1 dengan daya 1.300 volt ampere (VA) dan golongan R-1 dengan daya 2.200 VA diperkirakan bakal naik pada Mei mendatang. Hal ini seiring dengan penerapan tarif penyesuaian (tariff adjusment) untuk kedua golongan tersebut.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IERS) Fabby Tumiwa mengatakan, perhitungan tariff adjusment mengacu pada tiga indikator yakni harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP), harga rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap Dolar (Kurs), serta besaran inflasi.
“Harga ICP, kurs dan inflasi naik yang membuat tarif listrik pun naik. Besarannya sekitar Rp 10-15 per kWh,” kata Fabby ditemui usai acara diskusi bertema “Di Balik Harga TDL Listrik”, di Jakarta, Minggu (15/03).
Fabby menuturkan kenaikan tarif bagi kedua pelanggan itu lantaran pemerintah tidak lagi memberikan subsidi. Sebab, selama periode Januari-April 2015 pelanggan 1.300 VA dan 2.200 VA masih disubsidi pemerintah dengan anggaran mencapai Rp 1,3 triliun.
Dia memprediksi besaran ICP untuk Maret berada pada level US$ 60 per barel atau lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya sekitar US$ 55 per barel. Sedangkan harga kurs pun bisa terkerek naik mengingat saat ini nilai tukar Rupiah berada di posisi Rp 13.000/Dolar. Namun, dia belum memastikan harga rata-rata kurs tersebut. Hanya saja dipastikan kurs akan naik dari level bulan sebelumnya sebesar Rp 12.400/Dolar. Untuk inflasi dipastikan naik mengingat sempat terjadi kenaikan harga beras yang mendongkrak harga kebutuhan lain.
Dikatakannya, pemerintah seharusnya memberi pengertian atau melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai mekanisme tariff adjusment. Dengan begitu pemerintah tidak terbebani ketika tiga indikator tariff adjusment bergerak naik. “Kalau ICP, kurs dan inflasi turun maka tarif pun turun sehingga tidak ada gejolak. Tapi ketika itu naik, tentunya berbeda,” jelasnya.
sumber: beritasatu.com