TOTABUAN.CO – Konflik baru sedang menghangat di Purwakarta. Seorang seniman melaporkan pemilik akun Twitter @Manhajusholihin ke Polres Purwakarta. Sebabnya, akun itu menyatakan kesenian Genye sebagai budaya iblis dan setan.
Dengan membawa sejumlah bukti seperti hasil cetak cuitan akun Twitter @Manhajusholihin, para seniman itu mendatangi Mapolres Purwakarta.
“Saya tidak tahu ini dasarnya apa kesenian Genye disebut seperti itu (budaya iblis dan setan),” kata penggagas Seni Genye, Deden Guntari Hidayat.
Menurut Deden, cuitan itu tidak pantas dilontarkan. Sebab menurut dia, kesenian Genye sudah ada sejak 2009 itu menjadi salah satu unggulan Kabupaten Purwakarta, yang bahkan menjuarai beberapa event regional maupun nasional.
Deden melanjutkan, sebagai muslim, dia selalu memadukan antara kesenian dengan budaya Islam. Menurut dia, seni Genye juga mempunyai filosofi mengenai kebersihan lingkungan, kebersihan pikiran, dan kebersihan dalam berperilaku.
“Untuk itu saya sebagai penggagas merasa kecewa dengan sebutan budaya iblis. Saya sangat menolak sekali pernyataan itu. Dan hari ini saya bersama rekan seniman melaporkan pemilik akun @Manhajusholihin,” ucap Deden.
Seni Genye merupakan tarian kolosal biasa dimainkan oleh 20 hingga 30 orang, mulai dari anak-anak sampai dewasa. Genye berarti Gerakan Nyere atau dalam bahasa Indonesia, Gerakan Sapu Lidi. Sesuai dengan namanya, kesenian ini menggunakan sapu lidi sebagai bahan dasar peralatan.
Selain itu terdapat belasan anak-anak membalut diri dengan tanah liat biasa digunakan membuat keramik khas Plered, Kabupaten Purwakarta, yang dikenal dengan belok. Nama itu berasal dari kata bebelokan, atau dalam bahasa Indonesia berarti kotor-kotoran.
Deden mengaku merintis kesenian itu sejak 2009. Seni berupa tarian kolosal dimainkan hingga 50 orang itu, menurut dia, terinspirasi dari pernikahan sang adik di Kota Bandung.
Saat itu, Deden belum mendapat ide buat mendekorasi lokasi pernikahan adiknya. Tiba-tiba saat melintas di perempatan Jalan Buahbatu, Kota Bandung, dia melihat pedagang sapu lidi, atau dalam bahasa sunda disebut sapu nyere, yang menyediakan sapu berbagai bentuk dan warna.
“Akhirnya saya menggunakan sapu nyere itu sebagai dekorasi nikahan adik saya,” lanjut Deden.
Sumber:merdeka.com