TOTABUAN.CO – Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengungkapkan bahwa Indonesia menghadapi persaingan ketat untuk pasaran internasional dan hal tersebut harus didukung dengan kebijakan yang baik dalam segi fiskal. Dia melihat bahwa banyak hal yang memberatkan chain process di Indonesia terutama untuk produk perikanan. Hal tersebut disampaikannya saat berdialog dengan para pengusaha perikanan di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Senin (4/5/2015).
“Indonesia berkutat dengan pasaran internasional yang sama dengan berbagai negara lainnya baik itu Singapura ataupun Malaysia. Dalam peraturan fiskal pengusaha Malaysia dan Singapura berbeda. Sekarang Singapura hanya mengenakan Goods and Services Tax (GST) 7 persen sedangkan PPN Indonesia 10 persen. Malaysia untuk status perusahaan pionir 7-12 persen bebas pajak apapun pertahun kemudian reward untuk reinvestasi kredit 3 persen,” tutur Susi.
Sedangka di Indonesia dia menilai ada banyak biaya yang tidak perlu yang dibebankan kepada pengusaha untuk menjalankan usahanya sehingga berdampak kepada harga dipasaran nantinya.
Misalnya untuk industri perikanan ketika masuk izin prinsip dikenakan 0,5 persen dan untuk membuat perseroan registrasinya terkena biaya tambahan. Setelah itu juga terkena biaya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan juga pajak membangun sendiri sebesar 4,5 persen. Kemudian dikenakan PPN bila menggunakan kontraktor sebesar 10 persen, impor mesin sampai pelabuhan terkena PPh 22 sebesar 2,5 persen.
“Bagaimana mau menghasilkan, PPh itukan pajak penghasilan sedangkan mesin masih di custom dan di bea cukai. Kemudian kredit 12 persen, jaring terkena impor tarif bea masuk 30 persen sebab tekstil merupakan industri yang dilindungi yang menyebabkan jarring yang nilon dianggap seperti nilon pada baju. Ini semua akan dibereskan namun beberapa bulan ini kita semua sibuk dengan persoalan lain,” cetus Susi.
Hal ini menyebabkan produk perikanan Indonesia sebelum mencapai pasar atau produk jadi sudah kena 30-42 persen untuk cost nya saja dan biaya tersebut termasuk biaya yang tidak perlu. Menurut Susi biaya-biaya tersebut seharunya tidak perlu dipungut sehingga meski pengusaha tidak diberikan insentif hal tersebut akan membantu mereka.
“Memang beberapa fiskal kita adalah kendala besar kalau tidak mendapat masukan tidak tahu. Meski begitu sebagai pengusaha juga harus berkomitmen untuk tetap taat membayar pajak badan, tetapi chain process dari pada bisnis kita jangan dibebani dengan banyak cost yang ujungnya menjadi korban adalah nelayan atau petani,” pungkas Susi.
sumber: metrotvnews.com