TOTABUAN.CO — Rencana pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mendapat penolakan. Gerakan Nasional Pasal 33 UUD 1945 (GNP 33) menuntut pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM bersubsidi.
Mereka beralasan, dampak dari kenaikan ini akan menambah jumlah rakyat miskin di Indonesia.
Tuntutan itu dilakukan GNP 33 yang terdiri sejumlah LSM, seperti LMND, PRD, dan STN dalam aksi unjuk rasa yang digelar di depan Istana Negara, kemarin.
Sekitar 400 orang yang berpakaian serba merah itu meminta pemerintah baru meninjau kembali rencana kenaikkan harga BBM bersubsidi. Pasalnya jika dinaikkan Rp 3.000 per liter, dampaknya akan sangat besar.
“Berdasarkan hitungan pakar ekonomi, Ichsanuddin Noorsy, jika BBM bersubsidi dinaikkan Rp 1.000 per liter, inflasi akan naik 1,43 persen dan presentase kemiskinan otomatis naik 0,41 persen. Bayangkan jika dinaikkan sampai Rp 3.000 per liter,” ujar Vivin Sri Wahyuni, Ketua Umum Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), di Jakarta (3/11).
Dia mengkritisi rencana pemerintah menaikkan harga salah satu sumber energi itu. Alasan kenaikan adalah subsidi BBM terlalu membebani anggaran belanja. Terlebih pemerintah menganggap penyaluran subsidi tidak tepat sasaran.”Seharusnya pemerintah membuat aturan supaya orang kaya tidak membeli BBM bersubsidi. Bukan malah mengorbankan masyarakat menengah ke bawah,” kata Vivin.
Kehidupan sehari-hari masyarakat kecil jelas terganggu dengan naiknya harga bensin premium. Harga barang kebutuhan pokok, bahkan usaha wong cilik juga diprediksi rontok.
Tidak hanya itu, GNP33 melihat ada campur tangan asing dalam perumusan kebijakan ini. Pasalnya, sudah sejak lama sejak diberlakukan UU 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas, banyak sekali perusahaan migas asing yang mendapat izin pendirian SPBU.
Ketua Dewan Pimpinan Nasional Serikat Rakyat Miskin Indonesia, Wahida Baharuddin menjelaskan, saat ini ada 3 perusahaan migas asing yang SPBU-nya menjamur. “Pasca pemberlakuan UU Migas No.22 tahun 2001, sudah ada 105 perusahaan asing pengelola migas yang dapat izin bikin SPBU. Mereka dapat jatah 20.000 SPBU di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Wahida menilai, pemerintahan dan kabinet baru hanya berlindung di balik nama kerakyatan dan nasionalisme. Menurut dia, nilai-nilai Trisakti yang menjadi pedoman pemerintahan Presiden Jokowi tidak tercermin dalam pengambilan keputusan.
“Cabut UU Migas No 22 tahun 2001. Jangan biarkan asing menguasai dan mengambil keuntungan dari pengelolaan migas Indonesia,” pungkasnya.
sumber : jpnn.com