TOTABUAN.CO – Kepala Angkatan Bersenjata Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing menyebutkan, pengungsi Rohingya yang ditampung Indonesia dan Malaysia, berpura-pura untuk menjadi warga etnis Rohingya demi mendapatkan bantuan.
Saat melakukan pertemuan dengan Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken, pada Kamis (21/5/2015), Jenderan Hlaing menyuarakan tuduhannya itu kepada suratkabar Global New Light of Myanmar.
Dalam artikelnya, suratkabar itu menuliskan pernyataan Hlaing yang menyebutkan bahwa, para pengungsi itu melabeli dirinya sebagai warga etnis Rohingya demi mendapatkan bantuan dari UNHCR. Padahal menurut Jenderal Hlaing, para pengungsi itu berasal dari Bangladesh.
“Dia menekankan pentingnya melakukan investigasi asal mereka dari mana, bukan menuduh sebuah negara,” tulis Global New Light of Myanmar, seperti dikutipReuters, Jumat (22/5/2015).
Sebelumnya, Wamenlu Blinken menekankan Myanmar harus untuk mengatasi akar permasalahan dari keran pengungsi ini. Ini termasuk mereka yang menderita kekerasan dan diskriminasi bermotifkan politis dan agama.
Banyak warga etnis Rohingya menderita diskriminasi karena tidak diakui kewarganegaraannya. Namun Pemerintah Myanmar membantah melakukan diskriminasi terhadap etnis itu dan mengatakan bukan sebagai akar permasalahannya.
Namun pada akhirnya para pengungsi ini nekat untuk mencari tempat tinggal baru dengan menumpang kapal. Keran pengungsi Rohingya yang disertai warga Bangladesh pun memenuhi Indonesia, Malaysia dan Thailand.
Menlu dari ketiga negara ini pun melakukan pertemuan untuk membahas masalah pengungsi. Hasilnya, Indonesia dan Malaysia akan menerima pengungsi dan menempatkan mereka di penampungan selama satu tahun.
Sementara Menlu Retno Marsudi baru saja melakukan pertemuan dengan Menlu Myanmar U Wunna Maung Lwin, 20 Mei 2015. Hasil pertemuan tersebut menunjukkan kesediaan Myanmar untuk berkomitmen menyelesaikan masalah pengungsi, asalkan tidak menyebutkan isu pengungsi atas nama Rohingya.
Adapun hasil penting dari pembahasan isu pengungsi antara Indonesia dan Myanmar menunjukkan hasil konkret. Kesepakatan yang diraih pertama, Pemerintah Myanmar sepakat untuk memperkuat langkah dalam rangka pencegahan terjadinya irregular movement of migrants dari wilayah Myanmar.
Kemudian, Pemerintah Myanmar juga siap untuk bekerja sama dengan negara-negara kawasan dalam pemberantasan human trafficking.
Ketiga, Pemerintah Myanmar akan segera memerintahkan Kedutaan Besarnya untuk segera melakukan kunjungan kekonsuleran ke tempat-tempat penampungan sementara para irregular migrants yang saat ini berada di Aceh.
Terakhir, Pemerintah Myanmar juga sambut baik tawaran kerja sama Indonesia untuk pembangunan Rakhine secara inklusif dan non-diskriminatif.
sumber: metrotvnews.com