TOTABUAN.CO – Penerapan Jaminan Pensiun yang akan dilakukan mulai 1 Juli 2015 secara nasional sebagai bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) masih menjadi perdebatan.
Di satu sisi, jaminan pensiun bersifat wajib dan harus diberikan pekerja kepada seluruh karyawan. Hal ini untuk memberikan jaminan masa tua bagi setiap orang yang bekerja di sektor formal.
Namun, di sisi lain, saat ini sudah berjalan program dana pensiun yang dikelola secara independen oleh perusahaan maupun lembaga keuangan namun bersifat sukarela. Jika tidak diatur dengan baik, hal tersebut bisa berdampak terhadap iklim investasi dan bisnis secara umum.
“Kita berharap program dana jaminan hari tua ini bisa selaras dengan dana pensiun swasta. Caranya, iuran disesuaikan agar ada ruang bagi perusahaan untuk membayar iuran sesuai aturan yang ditetapkan,” kata Direktur Pengawasan Dana Pensiun dan BPJS Ketenagakerjaan, Otoritas Jasa Keuangan Heru Juwanto di Jakarta, Kamis (16/4/2015).
Ia mengatakan, OJK menampung sejumlah pertanyaan dari banyak perusahaan mengenai rencana penetapan angka 8 persen gaji setiap karyawan yang harus dibayarkan perusahaan untuk iuran jaminan pensiun, dan dikelola BPJS Ketenagakerjaan. Jika dana yang dikeluarkan perusahaan yang telah memiliki program dana pensiun ternyata lebih besar, program terancam bubar karena perusahaan kemungkinan besar memilih jaminan pensiun yang iurannya lebih kecil.
“Karena jaminan pensiun program baru, maka sebaiknya dimulai dengan iuran yang kecil. Kalau dimulai denga iuran kecil, kemungkinan friksi akan lebih mudah ditekan,” ujar Heru. Menurutnya, sebaiknya diatur agar memungkinkan iuran naik secara bertahap dan tidak langsung 8 persen.
Selain itu, nilai iuran yang besar sementara manfaat yang diperoleh pekerja baru dirasakan mulai 2030, akan menjadi sorotan. Untuk apa pemerintah menumpuk uang selama 15 tahun. Harus dipertimbangkan risiko kemungkinan investor berpikir ulang jika dibebani kewajiban besar sejak awal.
Saat ini, pemerintah tengah menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah yang mengatur jaminan pensiun tersebut. Menurut Heru, saat ini yang sudah diputuskan bersaam dalam RPP adalah manfaat jaminan pensiun sebasar 1 persen x masa iuran x upah. Namun, manfaat tetap ini baru dapat diterima jika masa iuran minimal 15 tahun sehingga baru dirasakan tahun 2030.
Sementara untuk besar iuran menurut Heru saat ini belum diputuskan walaupun sebelumnya Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri menyatakan hasil rapat telah menentukan 8 persen.
Selain itu, telah ditetapkan pula bahwa masa pensiun adalah 56 tahun. Peraturan ini akan segera ditandatangani Presiden dan berlaku 1 Juli 2015.
Jaminan pensiun adalah bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi rakyat Indonesia. Pelaksanaan SJSN diatur dalam UU No 40 Tahun 2004 tentang SJSN. Pengelolaannya dilakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sesuai UU No 24 tahun 2011 tentang BPJS.
SJSN terdiri atas Jaminan Kesehatan yang dikelola oleh BPJS Kesehatan serta Jaminan Sosial, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Pensiun yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan.
sumber: kompas.com