TOTABUAN.CO – Hiu Paus tutul secara tiba-tiba menghebohkan warga Gorontalo. Mamalia air laut yang dikenal dengan nama Rhincodon Typus itu pun menjadi objek wisata dadakan di pantai Desa Botubarani, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo. Sayang, tidak banyak yang paham konservasi, sehingga ikan jenis langka yang jinak ini menjadi “mainan” pengunjung yang tidak paham.
Ada yang pegang-pegang badan dan siripnya, ada yang menyentuh kepalanya, ada yang mendekat dengan perahu nelayan, semua itu tidak direkomendasi. Bahkan, para penyelam di media sosial heboh, menyesalkan perilaku warga yang dianggap “alay” itu.
“Mohon pengunjung jangan ada yang menyentuh ikan raksasa itu,” kata Cipta AG, Tenaga Ahli Wisata Bawah Laut Kemenpar, dalam keterangannya.
Apalagi, dari sekitar delapan ekor hiu paus yang terpantau, tiga diantaranya mulai mengalami luka-luka di bagian mulut, sirip dan beberapa bagian tubuhnya. Selain itu, pada beberapa bagian tubuh hiu paus itu terdapat bercak cat berwarna hijau dan merah muda yang diduga akibat senggolan dengan perahu yang ditumpangi pengunjung.
Banyak pengunjung yang snorkeling dan terlalu dekat, bahkan berpegangan pada sirip hingga menyentuh tubuh hiu dengan leluasa. Di medsos, cara memperlakukan hiu paus seperti ini dikritik para divers (penyelam) dan pencinta lingkungan.
“Hal mendasar dan penting untuk diketahui masyarakat adalah, dilarang menyentuh dengan sengaja, bahkan memotret pun tidak boleh menggunakan flash. Tidak boleh menggunakan motor dan tidak menghalangi pergerakan natural dari hiu paus. Mohon hal ini dipahami dengan baik, kita harus menjaga kelestarian mereka,” harap Cipto AG.
Beberapa foto yang diunggah di Facebook dan media sosial lain memang menunjukkan cara yang agak membahayakan hiu paus itu. Kelihatannya bersahabat, bergurau, atau bahkan hanya untuk kepentingan pengambilan foto-foto saja. Mungkin, mereka juga tidak terlalu paham, bahwa cara itu membahayakan hiu-hiu paus itu atau juga membahayakan dirinya sendiri.
Karena itu, Cipto AG memohon agar info ini disebarluaskan ke warga dan wisatawan yang sedang berada di Gorontalo, jangan diperlakukan seperti binatang piaraan yang lucu-lucu jinak.
“Sekali lagi, mohon jangan disentuh hiu-hiu paus itu. Biarkan mereka bebas dan tidak terganggu oleh kita. Di dunia sudah ada norma-norma konservasi yang diterapkan untuk atraksi ‘Marine Species Watching‘ semacam ini,” kata Cipto AG lagi.
Menpar Arief Yahya juga mengingatkan, bersikap ramah dengan ikan langka dan berukuran raksasa itu baik-baik saja tetapi jangan sampai itu justru membuat ikan tersebut berpotensi punah. Binatang itu harus dilestarikan, bersamaan dengan habitat dan lingkungan hidup tempat mereka hidup dan berkembang. “Ingat, semakin dilestarikan, semakin menyejahterakan,” katanya.
Hiu Paus itu, menurut Arief Yahya, bisa menjadi atraksi terbaik dunia. Tidak ada tempat di dunia yang ada ikan langka dari lautan bebas, yang merapat ke pantai dekat pemukiman, berlama-lama di situ, dan tidak ganas. “Biarkan itu menjadi tontonan khas, atraksi yang tidak ada dunianya di seluruh dunia. Itu akan mengangkat pamor Gorontalo, dengan destinasi yang mendunia. Asal dilestarikan,” ungkap dia.
Karena itu, ada baiknya mengikuti saran dari para ahli, yang sudah berpengalaman di marine tourism. Cara mencintai, menjaga dan melstarikan hiu paus langka itu adalah dengan “tidak menyentuh” langsung. Bahkan, diver saja paling dekat hanya boleh dari radius 4 meter, tidak boleh memotret dengan flash, tidak boleh menggunakan dan menyuarakan mesin, tidak boleh menghalangi ruang gerak hiu-hiu itu. “Dilihat boleh, dipegang jangan!,” katanya.
sumber:beritasatu.com