TOTABUAN.CO -“Kalau kita tak bersahabat dengannya. Ia bisa ngambek dan membunuh kita,” begitu petikan lagu berjudul ‘Sampah’ karya musisi legendaris Iwan Fals. Lagu itu tersemat di album bertajuk ‘Raya’. Sebuah album yang diambil dari nama anak ketiga Iwan Fals, Raya Rambu Rabbani yang kini berusia 12 tahun.
Bagi Iwan Fals, masalah sampah tidak bisa dianggap remeh, tapi sebuah spirit membangun kepedulian masyarakat untuk peduli terhadap sampah. Bukan sebuah kebetulan, jika konser bertajuk ‘Nyanyian Raya’, Iwan Fals di beberapa kota tahun lalu, mengkampanyekan dan memunguti sampah usai konsernya berlangsung.
“Kalau kita semua menganggap remeh dia. Jangan salahkan kalau dunia kiamat duluan,” kata Iwan lewat lirik lagunya.
Semua memang berawal dari kepedulian Iwan Fals terhadap sampah dan lingkungan. Konsistensi pemilik nama lengkap Virgiawan Listanto memang tercermin dari kediamannya di Desa Leuwinanggung, Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Rumahnya yang asri nan bersih menjadi gambaran atas lirik yang ia ciptakan. Jangan kaget, jika kediaman Iwan Fals memiliki sistem pengolahan sampah yang baik. Sampah organik dan non organik dipisah untuk kemudian diolah.
Hujan memang belum mengguyur Jakarta dan sekitarnya, Namun suasana teduh di kediaman Iwan Fals begitu terasa. Seolah tak mau menyudahi mata ini lirak lirik, lantaran takjub melihat kediamannya yang begitu luas, pemilik rumah menyambut kami untuk berbincang di luar waktu sibuknya menyiapkan album dan konser di salah satu televisi nasional.
Sebuah beranda dengan bangku memutar di depan kamarnya, Iwan Fals menemui kami. Sandal jepit mengantarkan perbincangan kami nyaris dua jam. “Itu Hutan Malabar lagi rame ya, yang katanya mau dibangun pertokoan atau apa gitu. Bagaimana kelanjutannya,” kata Iwan bertanya. Iwan memang salah seorang musisi yang ikut juga dalam kepedulian lingkungan. Kepedulian itu bukan tanpa sebab. Kelak dia berharap anak cucu orang Indonesia bisa merasakan keindahan alamnya.
Segelas kopi hangat dan air mineral produksi Orang Indonesia (OI), mengantarkan perbincangan kami di rumahnya yang rindang dengan pepohonan. Bagi Iwan Fals, persoalan sampah memang bukan perkara mudah. Setiap tempat yang dia lewati dan singgahi, sampah menjadi pusat perhatian dua matanya untuk kemudian dijadikan sebuah lagu. Bahkan Iwan sudah mengkalkulasi, satu manusia menghasilkan dua kilo sampah perhari.
Jika itu bisa dikelola dengan baik, bukan hal yang mustahil kehidupan bagi orang-orang di sekitar lebih bermanfaat. Pesannya pun tak muluk-muluk, jika setiap orang memungut sampah usai nonton konsernya, ialah pesan sosial agar mereka peduli terhadap kebersihan lingkungan. Kesadaran kebersihan itu ia coba titipkan dalam setiap konsernya. “Sampah juga punya nilai ekonomis. Kalau kreatif bisa buat segala macam,” kata Iwan berpesan.Sebagai seorang muslim, satu hal dipesan oleh Iwan Fals. Layaknya hidup dalam kebersamaan, selain persoalan sampah, silaturahmi dengan sesama itu juga penting. Apalagi jika hidup selalu bersyukur dengan apa yang dimiliki. Baginya perjalanan hidupnya hingga hari ini semua karena doa yang terus dia panjatkan setiap hari.
Iwan Fals memberikan sebuah ilustrasi, jika semua hubungan dengan sesama manusia dan alam terjalin atas dasar kasih sayang, kehidupan di dunia ini akan berjalan harmoni. Baginya hidup di dunia hanya seperti orang numpang minum.
“Kita beresin itu. Karena saya muslim, setiap gerakan saya mulai dengan basmalah, setelah selesai saya akhiri dengan hamdalah,” katanya berpesan.
Hidup bagi Iwan Fals memang simpel, yang terpenting ialah menjalankan kata-kata. Apalagi Indonesia sebagai negara mayoritas umat muslim terbesar menjadi perhatian dunia. Jika dasar kasih sayang dengan sesama menjadi landasan, bukan hal sulit jika Indonesia menjadi salah satu negara harmoni.
“Karena perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Yaudah kita setia dengan kata-kata, kalau memang atas nama Allah maha pengasih lagi maha penyayang, seharusnya kita orang muslim gudangnya kasih sayang dong,” ujar Iwan Fals.
Sumber:merdeka.com