TOTABUAN.CO — KETERGANTUNGAN warga perbatasan kepada Malaysia, terutama menyangkut pemenuhan kebutuhan pokok, sudah lama berlangsung. Warga perbatasan harus mengeluarkan biaya yang lebih tinggi jika membeli barang yang tidak dipasok dari Malaysia.
“Gula di Malaysia lebih murah. Bensin juga jauh lebih murah. Semua barang, termasuk sembako, dari Malaysia,” kata Tingga, warga Sungai Pisau, Ketungau Hulu, Sintang, Kalimantan Barat, kemarin (14/11).
Menurut dia, ketergantungan warga perbatasan ke Malaysia disebabkan masalah infrastruktur. Perbedaan jarak tempuh ke Malaysia daripada ke Sintang sangat mencolok. Perjalanan ke Malaysia paling lama sekitar dua jam. Tetapi, perjalanan ke Sintang bisa memakan waktu lebih dari tujuh jam dengan medan yang dilalui lebih berat.
Tingga menambahkan, selain harganya murah, kualitas barang negeri jiran dinilai lebih bagus. Salah satunya bensin. Mutu premium Malaysia lebih murni. Untuk harga jual eceran di perbatasan, bensin Malaysia dibanderol Rp 6 ribu, sedangkan premium asal Indonesia dijual Rp 10 ribu. Perbedaan harga yang jauh membuat warga perbatasan lebih memilih menggunakan bensin Malaysia.
Menurut Tingga, bila warga perbatasan dipaksa menggunakan barang Indonesia, berarti masyarakat harus menanggung biaya tinggi. Sementara itu, harga jual yang menjadi sumber pendapatan penduduk tengah melorot.
Karena itu, lanjut dia, warga perbatasan sangat berharap pemerintah tanggap dengan keadaan yang dialami masyarakat. Pembangunan infrastruktur harus diprioritaskan agar mobilitas penduduk perbatasan menjadi lancar.
“Warga perbatasan, mungkin hampir keseluruhan, pernah pergi ke Malaysia. Tetapi, belum tentu semua sudah sampai di ibu kota Kabupaten Sintang apalagi Pontianak, bahkan Jakarta,” paparnya.
sumber : jpnn.com