TOTABUAN.CO — Sedikitnya 20 anak buah kapal (ABK) Canci Ladjoni 3 telantar setelah dokumen kapal asal Surabaya bermuatan pupuk itu diduga dirampas oleh Direktorat Pol Air Polda NTB di Perairan Lembar, Lombok Barat, NTB. Sedianya, dokumen tersebut akan diserahkan ke Syahbandar Pelabuhan Lembar, Lombok Barat, NTB.
Akibat hal tersebut, Kapal Canci Ladjoni 3 tidak bisa berlayar. Parahnya lagi, 20 ABK tidak bisa keluar dari kapal karena gelombang tinggi sementara persediaan logistik sudah habis sejak tiga hari lalu.
Pemilik Kapal Canci Ladjoni 3, Lukman Ladjoni, mengatakan, pihaknya tidak bisa berbuat banyak terkait nasib para ABK tersebut.
“Jika dokumen tidak dirampas oleh polisi, kami bisa jalan. ABK bisa sandar. Saat ini mereka kehabisan logistik di tengah laut. Mereka kelaparan,” kata Ladjoni ketika ditemui di kantornya, Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Selasa (13/1/2015).
“Kami tidak bisa mengirim logistik karena saat ini gelombang tinggi yang tidak bisa dilalui menggunakan sekoci,” tambahnya.
Ladjoni menjelaskan, penahanan kapal tersebut sangat tidak beralasan karena dokumennya lengkap dan tidak ada masalah. Kapal bermuatan pupuk sebanyak 3 ribu ton dari Pelabuhan Lok Tuan Bontang itu sudah mengantongi surat persetujuan berlayar (SPB) dari Syahbandar Pelabuhan Loktuan Bontang. SPB tersebut bernomor T.9KP/.III/02/XII/2014 dan ditandatangani resmi oleh Kepala Syahbandar setempat, Kapten Heru Hernawan.
Ladjoni mengatakan, pihak yang berhak melakukan penahanan adalah pihak syahbandar setempat bukan kepolisian. Kepolisian bisa turun tangan jika kapal tersebut ada tindak pidana seperti memuat barang-barang terlarang dan terjadi tindak pidana di atas kapal.
“Ada tumpang tindih kewenangan yang ujung-ujungnya pelaku pelayaran yang dirugikan. Jika dianggap dokumen kami tidak lengkap, mana mungkin Syahbadar Pelabuhan Loktuan, Bontang, memberi surat persetujuan berlayar kepada kami,” jelasnya.
Ladjoni menambahkan, penahanan dokumen kapal oleh Ditpolair Polda NTB karena kapal tersebut dituding awak kapalnya tidak memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Tentunya hal itu sangat tidak beralasan dan bertentangan dengan surat persetujuan berlayar.
Atas tuduhan tersebut, ia menyatakan sudah melakukan serangkaian pemeriksaan di Direktorat Kepolisian Perairan Polda NTB. Selama proses tersebut, otomatis KM Canci Ladjoni 3 masih tertahan di Pelabuhan Lembar Lombok Barat, dan menimbukan kerugian lebih dari Rp600 juta.
KM Canci Ladjoni 3 berlayar dari Pelabuhan Loktuan Bontang pada 3 Desember 2014 pukul 07.00 WIB, dan tiba di Pelabuhan Lembar Lombok Barat pada 6 Desember 2014 pukul 14.40 WIB. Kapal tersebut membawa 20 awak dan dinakhodai Sainal Idris.
Ladjoni menilai penahanan kapalnya tersebut adalah preseden buruk bagi dunia sistem pelayaran di Indonesia. Terlebih lagi yang melakukan penahanan bukan syahbandar setempat.
“Jika regulasi pelayaran masih seperti ini, bagaimana perekonomian daerah bisa berkembang,” pungkasnya.
sumber : okezone.com