TOTABUAN.CO – Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusi Denny Indrayana membantah sistem payment gateway atau pembayaran pembuatan paspor secara elektronik menyebabkan kerugian negara. Melalui kuasa hukum, Heru Widodo, Denny mengatakan pihaknya telah mempelajari perkara hukum yang menjerat dirinya oleh kepolisian.
“Intinya, Rp 32 sekian miliar adalah yang disetorkan dan diterima ke kas negara. Itu bukan kerugian negara,” ujar Heru di teras gedung Bareskrim Polri, Jumat (27/3/2015) siang.
Bantahan Denny tersebut terkait pernyataan Kepala Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Anton Charliyan beberapa waktu lalu yang menyebut bahwa penyidik telah memperkirakan adanya dugaan kerugian negara akibat kesalahan yang Denny buat. Anton menyebut kerugian negara mencapai Rp 32.093.692.000.
Selain itu, pihak Denny juga mengklarifikasi pernyataan Anton sebelumnya yang menyatakan bahwa sistem payment gatewaymelakukan pungutan liar sebesar Rp 605 juta. Menurut Heru, uang dengan jumlah tersebut adalah total biaya pemohon paspor.
“Dan itu sifatnya kasuistik. Pemohon yang tak menggunakan transaksi elektronik itu bisa membayar di loket dan itu tidak dikenakan biaya,” ujar Heru.
Denny datang ke gedung Bareskrim Polri didampingi sembilan orang kuasa hukumnya. Dengan mengenakan kemeja batik merah, Denny datang sekitar pukul 13.50 WIB. Setelah menyampaikan pernyataannya ke wartawan, Denny melangkah masuk ke gedung Bareskrim.
Penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri menetapkan Denny Indrayana sebagai tersangka. Denny diduga kuat menyalahgunakan wewenang dalam program sistem pembayaran pembuatan paspor secara elektronik atau payment gateway.
Penyidik mengenakan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 421 KUHP Juncto Pasal 55 ayat (1) ke satu KUHP tentang penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama.
sumber: kompas.com