TOTABUAN.CO – DUNIA internasional seperti tergagap menghadapi sang jagal jalan raya. Walau, sejak 10 tahun lalu sudah ada isyarat Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) bakal tancap gas untuk urusan menjegal kelakuan sang jagal jalan raya.
Beberapa langkah masyarakat global yang tercatat antara lain pada 2005, melalui resolusi A/Res/60/5 tertanggal 1 Desember 2005, PBB menelorkan seruan ‘Improving Global Road Safety’. Intinya, menyerukan agar negara-negara di dunia dan masyarakat dunia lebih peduli kepada keselamatan jalan.
Tiga tahun kemudian, PBB memperbaharui dengan resolusi 62/244 tertanggal 25 April 2008. Isi resolusi itu mempertegas rekomendasi World Report on Road Traffic Injury Prevention dan kerjasama inisiatif keselamatan jalan.
Gas pun terus dipacu. Masyarakat internasional menyuarakan lebih lantang lagi. Pada 19-20 November 2009, lahir Deklarasi Moskow dalam Konferensi Menteri Global Road Safety Pertama dengan tema ‘Time for Action’.
Kecelakaan lalu lintas jalan dinilai bakal terus menjadi masalah global jika tidak ada aksi sama sekali untuk mengatasinya. Tahun 2009, ditaksir 1,3 juta jiwa menjadi korban kecelakaan dan bakal menjadi sekitar 1,9 juta jiwa pada 2020. Dari segi materi, dana yang dikeluarkan terkait korban kecelakaan diperkirakan sekitar Rp 650 triliun per tahun. Hal yang membuat miris juga adalah kecelakaan lalu lintas jalan menjadi penyebab utama kematian bagi anak-anak dan orang muda berusia 5-29 tahun.
Menurut Lord Robertson of Port Ellen, chairman Commission for Global Road Safety, korban kecelakaan bisa dikurangi hampir 50% pada 2020 dengan catatan seluruh dunia secara agresif melakukan program pencegahan.
Pertemuan di Moskow ditutup dengan ‘Deklarasi Moskow’ yang merangkum 11 point yang mencakup;
1. Mendorong pelaksanaan rekomendasi laporan Dunia pada pencegahan kecelakaan lalu lintas jalan,
2. Memperkuat kepemimpinan pemerintah dan bimbingan dalam keselamatan di jalan, termasuk dengan menunjuk atau memimpin lembaga penguatan dan koordinasi mekanisme yang terkait di tingkat nasional atau sub-nasional;
3. Menentukan target ambisius pengurangan kecelakaan lalu lintas yang berkaitan erat dengan investasi yang direncanakan dan inisiatif kebijakan dan memobilisasi sumber daya yang diperlukan untuk memungkinkan implementasi yang efektif dan berkelanjutan untuk mencapai target dalam rangka pendekatan sistem keamanan;
4. Melakukan upaya khusus untuk mengembangkan dan melaksanakan kebijakan dan prasarana solusi untuk melindungi semua pengguna jalan khususnya mereka yang paling rentan seperti pejalan kaki, pengendara sepeda, pengendara sepeda motor dan pengguna angkutan umum yang tidak aman, serta anak-anak, orang tua, dan orang cacat;
5. Mulai menerapkan transportasi yang lebih aman dan berkelanjutan, termasuk melalui perencanaan penggunaan lahan dengan mendorong inisiatif dan alternatif bentuk-bentuk transportasi.
6. Mempromosikan harmonisasi peraturan keselamatan jalan dan keselamatan kendaraan dan praktik-praktik yang baik melalui penerapan resolusi PBB yang relevan dengan instrumen dan serangkaian manual yang dikeluarkan oleh United Nations Road Safety Collaboration.
7. Memperkuat atau mempertahankan kesadaran penegakan hukum dan peraturan yang ada dengan melakukan perbaikan undang-undang yang dibutuhkan pengemudi kendaraan dan sistem registrasi yang menggunakan standar internasional yang sesuai;
8. Mendorong organisasi untuk berkontribusi secara aktif bekerja dalam meningkatkan keselamatan di jalan raya terkait dengan mengadopsi penggunaan praktik terbaik dalam pengelolaan armada;
9. Mendorong tindakan kolaboratif dengan meningkatkan kerjasama antara entitas administrasi publik yang relevan, organisasi dalam sistem PBB, swasta dan sektor publik, dan dengan masyarakat sipil;
10. Memperbaiki pengumpulan data nasional dan perbandingan pada tingkat internasional, termasuk dengan mengadopsi definisi standar dari data kematian akibat kecelakaan dimana setiap orang yang mengalami kecelakaan langsung terbunuh atau tewas dalam waktu 30 hari sebagai akibat dari kecelakaan lalu lintas jalan dan definisi standar cedera dan memfasilitasi kerjasama internasional untuk mengembangkan data yang andal dan diselaraskan dengan sistem;
11. Memperkuat penyediaan pra-rumah sakit dan rumah sakit perawatan trauma, pelayanan rehabilitasi dan reintegrasi sosial melalui pelaksanaan undang-undang yang sesuai, pengembangan kapasitas manusia dan peningkatan akses pelayanan kesehatan sehingga dapat menjamin pengiriman tepat waktu dan efektif untuk mereka yang membutuhkan.
Korban kecelakaan terus bergelimpangan di jalan. Pada 2009, ada sekitar 1,3 juta jiwa meregang nyawa. Bahkan, bisa mencapai 1,9 juta jiwa pada 2020 jika tidak ada aksi konkret meredam liarnya kecelakaan di jalan. Termasuk di Indonesia yang mencatat rata-rata per hari merenggut 80-an jiwa anak negeri sepanjang 2009-2013. Dan, menunjukkan penurunan, yakni menjadi 70-an per hari pada 2014.
Belajar dari Deklarasi Moscow tahun 2009, khususnya poin 9, Indonesia harus meningkatkan kerjasama dengan swasta dan sektor publik, serta masyarakat sipil. Ketiga kekuatan itu menjadi pilar strategis dalam menggelorakan semangat berlalulintas jalan yang aman dan selamat.
Sektor swasta memiliki kelebihan antara lain, sumber daya finansial yang bisa mendanai aktifitas kampanye keselamatan jalan. Apalagi, Undang Undang (UU) yang berlaku di Indonesia mewajibkan perusahaan swasta untuk menyisihkan dana untuk program kepedulian sosial yang kondang disebut CSR.
sumber: viva.co.id