TOTABUAN.CO — Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang dinilai secara tiba-tiba dan tidak dikonsultasikan kepada DPR, membuat para petani menjerit. Padahal, kondisi masyarakat saat ini, khususnya petani, sedang dalam masa sulit dan menjelang panen raya.
“Pemerintah dalam memutuskan harga BBM berpikir dengan caranya sendiri, seakan tidak memperhatikan dampak bawaan yang akan terjadi akibat kebijakan tersebut di berbagai sektor kehidupan masyarakat,” ujar Anggota DPR RI Komisi IV Rofi’ Munawar, dalam siaran persnya, di Jakarta, Selasa (31/3/2015).
Menurut dia, kenaikan BBM bagi petani akan mempengaruhi seluruh rentang produksi dan membebani proses pasca panen secara signifikan.
Berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 39 tahun 2014 tentang Perhitungan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM), yang telah diubah dengan Permen ESDM Nomor 4 Tahun 2015, Pemerintah beralasan meningkatnya rata-rata harga minyak dunia dan masih berfluktuasi serta melemahnya nilai tukar rupiah dalam satu bulan terakhir, maka harga jual eceran BBM secara umum perlu dinaikkan.
“Pada sektor pertanian, khususnya usaha tani padi, dampak kenaikan harga BBM menyebabkan usaha jasa input produksi sepenuhnya dibebankan ke petani karena adanya kenaikan sewa jasa alsintan seperti traktor, pompa air, power trhesher dan usaha penggilingan padi (RMU),” jelas dia.
Selain itu, lanjutnya hal ini juga akan menyebabkan menurunnya profitabilitas berproduksi padi walaupun di sisi lain terjadi kenaikan harga gabah.
Legislator dari Jawa Timur ini menambahkan, Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang belum lama ini dikeluarkan pemerintah pada akhirnya akan sia-sia karena kenaikan harga gabah tidak dapat diorientasikan kepada keuntungan bagi petani, namun lebih banyak untuk menutup biaya produksi.
Kemudian, jika pola kenaikan BBM yang bersifat fluktuatif berdasarkan harga pasar terus dipertahankan, sesungguhnya akan membuat sektor pertanian dalam ketidakpastian produksi dan instabilitas harga di pasaran.
“Adapun alasan Pemerintah bahwa pengalihan subsidi BBM diperlukan untuk perbaikan sarana dan infrastruktur pertanian, tak kunjung jelas aplikasi dan orientasinya hingga kini. Padahal sektor pertanian berkontribusi bentar dalam pembangunan nasional, seperti pembentukan PDB, penyerapan tenaga kerja, dan penyediaan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia,” tegas Rofi’.
Dia mengungkapkan, kenaikan harga BBM pada sektor pertanian akan berdampak besar, dampak langsung terjadi pada harga sarana produksi sedangkan dampak tidak langsung terjadi pada biaya logistik dan transportasi distribusi produk pertanian.
“Biaya produksi yang meningkat sementara tidak diimbangi dengan peningkatan produksi maupun harga panen yang cenderung tetap, akan mengakibatkan pendapatan usaha tani mengalami penurunan,” pungkasnya.
Sekadar informasi, demi menjaga kestabilan perekonomian nasional serta untuk menjamin penyediaan BBM Nasional, Pemerintah memutuskan per 28 Maret 2015 pukul 00.00 WIB harga BBM jenis Bensin Premium RON 88 di Wilayah Penugasan Luar Jawa-Madura-Bali dan jenis Minyak Solar Subsidi perlu mengalami kenaikan harga, masing-masing sebesar Rp500 per liter. Sedangkan untuk harga Minyak Tanah dinyatakan tetap, yaitu Rp2.500 per liter (termasuk PPN).
sumber : metrotvnews.com