TOTABUAN.CO, KOTAMOBAGU – Senin (1/9), suasana pusat Kota Kotamobagu dipenuhi gelombang massa mahasiswa. Ratusan mahasiswa dari berbagai organisasi kampus turun ke jalan, membawa semangat perubahan lewat aksi demonstrasi yang digelar serentak.
Mereka melakukan long march melewati jalan-jalan kota. Poster dan spanduk berisi kritik terhadap kebijakan pemerintah berkibar di tangan para demonstran. Suara orasi bergantian mengudara, menegaskan sikap tegas mereka terhadap kebijakan yang dinilai membebani rakyat.
Tiga lokasi menjadi titik utama aksi. Yakni Kantor Wali Kota Kotamobagu, Mapolres Kotamobagu, dan puncaknya di depan Kantor DPRD.
Di titik terakhir, mahasiswa menyalakan api dari ban bekas. Api dan asap hitam yang membumbung tinggi bukanlah simbol perusakan, melainkan tanda kekecewaan atas kebijakan yang mereka anggap tidak berpihak pada rakyat kecil.
“Kami menuntut dan mendesak Polri mengusut tuntas dugaan pelanggaran HAM yang terjadi di tubuh Polri,” seru Rinaldy Potabuga, negosiator aksi, dengan lantang.
Selain menyoroti isu HAM, mahasiswa juga menolak rencana kenaikan pajak serta kebijakan pemerintah yang dianggap kurang berpihak pada buruh. Bagi mereka, suara di jalanan adalah bentuk nyata kepedulian mahasiswa terhadap masa depan rakyat.
Tak hanya berorasi, perwakilan mahasiswa akhirnya diterima untuk melakukan audiensi dengan anggota DPRD. Meski belum semua tuntutan mendapat jawaban pasti, langkah dialog ini memberi ruang bagi suara mahasiswa untuk masuk ke meja kebijakan.
Aksi yang dikawal ketat aparat TNI dan Polri berlangsung tertib hingga selesai. Tidak ada bentrokan, tidak ada tindakan anarkis. Hanya suara kritis yang membara, sama seperti ban bekas yang terbakar di depan gedung DPRD menjadi simbol kuat perlawanan mahasiswa terhadap kebijakan yang mereka anggap tak adil. (*)