TOTABUAN.CO KOTAMOBAGU —Tahapan Pilkada pemilihan walikota dan wakil walikota Kotamobagu sudah dimulai. Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Kotamobagu terus memperketat jalanya tahapan, termasuk para pejabat pemerintahan yang tidak boleh ikut-ikutan terlibat dalam politik praktis.
Buktinya, sejumlah PNS telah dimintai keterangan oleh Panwaslu Kotamobagu. Mereka dimintai keterangan terkait dengan ajakan untuk mendukung petahana Walikota Kotamobagu Tatong Bara yang berencana akan maju kembali di PIlkada 2018 mendatang.
“Dari bukti rekaman yang kami temukan, bahwa suara mirip oknum pejabat bernama Anas Tungkagi mengarahkan para perangkat desa dan kelurahan untuk mendukung petahana Walikota Tatong Bara yang akan maju di Pilkada. Bahkan Anas menakut nakuti para aparat dengan ancaman Perda,” jelas Ketua Panwaslu Kotamobagu Musly Mokoginta ketika dikonfirmasi Kamis (7/12).
Menurutnya, bukti rekaman ajakan sudah mereka kantongi menjadi bukti dan saat ini sudah diserahkan ke Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Pusat.
Dalam rekaman, tampak jelas suara ajakan dan arahak itu, termasuk rencana untuk melakukan money politik.
“Sehebat apapun Panwaslu, kita masih bisa tembus. Kan, masih banyak lorong, jalan setapak,” kata Musly menceritakan sesuai dengan bukti isi rekaman tersebut.
Menurutnya dari temuan tersebut, sudah memeriksa sejumlah saksi termasuk beberapa lurah, kades serta para aparat desa lainnya.
Musly mengatakan, untuk oknum Kabag Tata Pemerintahan Anas Tungkagi yang diduga saat ini belum memberikan keterangan karena masih berada di luar daerah. “Tapi surat panggilan kedua sudah kita layangkan. Panwaslu hanya butuh empat hari untuk melakukan penyelidikan. Seterusnya akan kita analisa dan kemudian diserahkan ke Bawaslu,” tegasnya.
Saat ini Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Pusat sudah memerintahan untuk segera ditindaklanjuti dan proses. Jika terbukti oknum ASN akan ada sanksi, bagi yang terbukti terlibat. Mulai dari ringan, sedang dan berat.
“Terberatnya bisa dilakukan pemecatan. Makanya kepada semua ASN jangan ada yang ikut politik praktis,” pungkas doktor hukum ini. (**)