TOTABUAN.CO KOTAMOBAGU — Sidang putusan kasus pemerkosaan dan pembunuhan anak di bawa umur dengan terdakwa Jemy Tambanua di Kantor Pengadilan Negeri Kotamobagu,
memunculkam reaksi dari keluarga. Reaksk pihak keluarga pasca dibacakan putusan karena tidak menerima hasil putusan yang hanya memberikan hukuman 20 tahun penjara. Dengan hukuman 20 tahun penjara, Jemy lolos dari keratan hukuman mati berdasarkan tuntutan jaksa.
Lantas siapa sosok hakim ketua yang memimpin sidang putusan kasus pemerkosaan dan pembunuhan anak berumur 5 tahun asal Desa Inuai di Kantor Pengadilan Negeri Kotamobagu itu ?.
Sidang yang digelar di ruang sidang utama PN Kotamobagu Rabu 15 November 2023,
diketuai Adyanti SH dengan anggota majelis 1 Anisa Putri Handayani SH dan anggota majelis 2 Jovita Agustien Saija.
Sejak 2020- 2022, Adyanti SH sudah menjabat sebagai Hakim Tingkat Pertama di Kantor Pengadilan Negeri Kotamobagu. Adyanti sebelumnya, merupakan
calon hakim di Kantor Pengadilan Negeri Cikarang pada 2017-2019.
Saat ini wanita kelahiran 1988 itu, tercatat sebagai PNS dengan pangkat penata muda tingkat I atau golongan III/b.
Lolos dari Jeretan Hukuman Mati
Terdakwa Jemy Tambanua (43) pelaku tindak pidana kekerasan terhadap anak dibawah umur, los dari keratan hukan mati, seperti yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kotamobagu.
Majelis Hakim menyatakan Jemy terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sebagaimana pasal Pasal 82 Ayat (1), Ayat (4) Jo Pasal 76E UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang.
“Menjatuhkan vonis terhadap terdakwa Jemi Tambanua hukuman selama 20 tahun penjara,” ujar majelis hakim saat membacakan putusan.
Usai pembacaan putusan timbul protes dari pihak keluarga karena dinilai putisan tersebut tidak adil.
“Kami keluarga tidak terima. Harusnya hukuman mati agar sesuai dengan perbuatannya,” ujar Odeng Manangin.
Dengan terisak tangis, Odeng yang tidak lain adalah nenek korban, menilai hukuman 20 tahun tidak sebanding dengan apa yang dilakukan kepada cucunya.
JPU dari Kejaksaan Negeri Kotamobagu sendiri usai sidang menyatakan banding.
“Kami menghormati keputusan Hakim, meski demikian kami tim JPU mengajukan banding terhadap keputusan tersebut. Waktunya 7 hari setelah sidang,” ujar Mariska J. S. Kandouw didampingi JPU lainnya.
Mariska menilai, putusan tersebut tidak sesuai dengan pasal yang dibuktikan pihaknya di persidangan yakni pasal 81 ayat (5).
“Hakim tidak sependapat dengan tuntutan kami. Dimana kami membuktikan pasal 81 ayat 5 yaitu persetubuhan terhadap anak yang menyebabkan korban meninggal namun hakim membuktikan adalah pasal pencabulan terhadap anak pasal 82 ayat 4 ancamannya maksimal 20 tahun. Putusan ini belum final, karena kami akan mengajukan kasasi hukum,” tegasnya. (*)