TOTABUAN.CO KOTAMOBAGU – Meski telah berganti era, namun adat istiadat masih tetap dipertahankan. Salah satunya rumah peninggalan para luluhur. Di tanah Mongondow, rumah adat mulai hilang terkikis dengan era modernisasi.
Namun masih ada beberapa rumah adat yang hingga kini masih ditempati dan menjadi daya tarik wisatawan. Salah satunya peninggalan leluhur yang saat ini ditempati Suhartien Tegela di Desa Kopandakan Satu Kecamatan Kotamobagu Selatan.
Rumah adat ini, selain menjadi warisan budaya yang harus dipertahankan, ternyata punya keunikan tersendiri yaitu bentuk dan ukurannya tidak pernah berubah hingga kini.
“Rumah adat ini dari dulu sampai sekarang, ukuran maupun bentuknya tidak dirubah oleh siapapun,” ungkap Tien sapaan akrabnya.
Diceritakannya, rumah tersebut merupakan peninggalan kakek mereka Imat Lobud. Meski sudah beberapa kali berubah warga cat, namun rumah tersebut sepengetahuannya dibuat pada tahun 1940.
Bangunan rumah dengan gaya khas panggung itu menggunakan kualitas kayu bagus. Sebab menurut cerita, zaman dahulu sebelum rumah dibangun diukur dulu. Untuk menggunakan kayu, harus melihat waktu berdasarkan bulan di langit kemudian ditebang.
Proses pengergajian juga masih menggunakan gergaji manual. kayu yang selesai digeragji harus menungguh masa pengeringan kurang lebih 1 tahun untuk mendapatkan kualitas kayu yang kuat agar tidak mudah rapuh dan dimakam rayap.
Menjadi keunikan juga kontruksi rumah tidak banyak yang dipotong. Jika panjang rumah 10 meter maka kayu akan dipotong sesuai ukuran tersebut.
“Sesuai cerita ibu, kayu yang digunakan sejenis kayu besi, sampai saat ini tidak ada yang dimakan rayap ataupun rapuh krn usia, walaupun sudah turunan yang ke 4,” kata Tien menceritakan.
Dengan masih mempertahanakn khas adat Mongondow, menjadi daya tarik wisatan untuk berkunjung.
Tien mengungkapkan banyak wisatawan yang datang mengunjungi atau memotret rumah ini. Baik wisatawan asing maupun lokal.
“Pernah juga menjadi tempat syuting video untuk lagu daerah. Ada juga yang melakukan Prewedding,” tuturnya.
Rumah ini juga menjadi saksi sejarah zaman Permesta. Sempat dilepas dindingnya agar tidak dibakar. Rumah panggung yang tersisa di Kopandakan Satu Kecamatan Kotamobagu Selatan tingga 4 buah rumah.
Rumah panggung ini tidak menggunakan paku tapi hanya menggunakan kayu yang diruncingkan.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Kotamonagu Agung Adati mengungkapkan, seharusnya untuk menjaga dan melestarikan budaya terutama peninggalan sejarah seperti rumah adat, antara pemerintah, masyarakat dan akademisi harus bersinergi menjaga kelestariannya. Sebab, ini merupakan aset yang menjadi kebanggaan masyarakat daerah dan pada akhirnya nanti juga akan menjadi perhatian orang luar.
Jika aset ini (rumah adat-red) bisa dijaga, ditata dan dikelola dengan baik, maka pada akhirnya bisa mengundang wisatawan untuk datang berkunjung. Baik itu wisatawan domestik maupun mancanegara.
Untuk mewujudkan semua itu, dibutuhkan kerja keras dari seluruh elemen masyarakat. Salah satunya dengan mempromosikanya melalui media, ujar Agung.
Penulis: Hasdy