TOTABUAN.CO – Gerakan Antikorupsi (GAK) Alumni Lintas Perguruan Tinggi mendesak DPR untuk membatalkan pengajuan revisi UU nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kini tengah berjalan.
Revisi UU KPK dinilai telah mengkhianti amanah reformasi untuk memberantas korupsi di Indonesia.
“Kami meminta DPR untuk membatalkan pengajuan revisi UU KPK tersebut karena RUU tersebut telah mengkhianati tujuan nasional dan amanah reformasi,” kata Koordinator GAK, Rudy Johannes usai bertemu pimpinan KPK, di Gedung KPK, Jakarta.
Rudy menegaskan, pihaknya menentang keras setiap upaya melemahkan KPK sebagai salah satu elemen trisula penegakan hukum di Indonesia.
Apalagi, jika upaya pelemahan terhadap KPK tersebut sebagai bagian mendukung dan menyelamatkan para koruptor dan pelaku kejahatan terorganisir dari jeratan hukum.
“Untuk itu, kami meminta kepada Presiden Jokowi bertindak tegas menolak revisi UU KPK,” tegasnya.
Rudy mengungkapkan, terdapat sejumlah kelemahan analisis yang mendasar saat revisi UU KPK masuk dalam prioritas legislasi nasional (Prolegnas).
DPR beralasan revisi tersebut untuk memperkuat dan memperbaiki kinerja KPK. Padahal, kata Rudy, lembaga antikorupsi itu telah terbukti paling efektif dan dipercaya masyarakat memberantas korupsi di Indonesia.
Sementara tujuan pembentukan KPK untuk menstimulus kepolisian dan kejaksaan hingga saat ini belum tercapai karena gesekan-gesekan yang terjadi. Apalagi, revisi UU KPK tidak dilakukan melalui kajian yang mendalam untuk mengidentifikasi kekurangan dalam implementasi UU nomor 20 tahun 2001 sebagai induk perundang-undangan pemberantasan korupsi.
“Melihat hal tersebut, inisiatif dan kengototan DPR dalam mengajukan revisi UU KPK ini menimbulkan pertanyaan besar karena dasar diajukannya revisi tidak terpenuhi,” jelasnya.
Rudy memaparkan, tidak ada satupun negara di dunia yang maju dengan tingkat korupsi yang tinggi. Sebaliknya, banyak fakta yang mendukung bahwa negara-negara gagal (failed countries) salah satunya disebabkan maraknya korupsi di negara tersebut.
“Sebagai negara dengan tingkat korupsi yang tinggi, penguatan profesionalisme dan kewibawaan instansi penegak hukum di Indonesia sangat diperlukan untuk menanggulangi korupsi agar Indonesia tidak jatuh menjadi negara gagal,” katanya.
Untuk itu, Rudy mengungkapkan, menguatnya wacana revisi UU KPK memperkuat keyakinan bahwa korupsi di Indonesia telah struktural. Hal itu diperparah karena akar dari korupsi struktural tersebut dari wakil rakyat dan partai politik.
Ditegaskan Rudy, upaya para politisi dan partai politik mengajukan revisi UU KPK “membuktikan keberpihakan mereka dalam mendukung korupsiuntuk meluluh-lantakkan negara Republik lndonesia.”
“Fakta ini menunjukkan bagaimana politisi dan partai politik justru tega mengkhianati cita-cita nasional seperti termaktub pada Pembukaan UUD 1945 alinea 4, demi kepentingan pribadi dan partai politik mereka. Korupsi adalah ancaman utama keberlangsungan bangsa Indonesia,” tegasnya.
Sumber:beritasatu.com