TOTABUAN.CO — Kebijakan pemberian subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tertuang dalam Pasal 13 Undang-undang (UU) Nomor 27 Tahun 2014 tentang APBN dipermasalahkan oleh tiga orang advokat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka yang mengajukan diri sebagai warga negara menilai kebijakan tersebut perlu dibatasi agar dapat efektif dalam penyalurannya.
Ketiga advokat itu adalah Donny Tri Istiqomah, Radian Syam, serta Andhika Dwi Cahyanto. Mereka menilai kebijakan subsidi BBM selama ini tidak tepat sasaran lantaran hanya dapat dinikmati oleh masyarakat menengah ke atas.
“Ini bertentangan dengan Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 yang mengamanatkan APBN dilaksanakan secara terbuka, bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” ujar pemohon Donny Tri Istiqomah dalam sidang uji materi di gedung MK, Jakarta, Kamis (11/12).
Donny mengatakan selama ini pemerintah terlalu sibuk mengurusi subsidi BBM hingga akhirnya tidak memperhatikan subsidi sektor lain terutama pangan. Padahal, subsidi ini sangat dibutuhkan sebagian besar rakyat Indonesia yang masih berada di garis kemiskinan.
“Kita tidak minta subsidi BBM dihapus, tetapi subsidi dibatasi agar tepat sasaran dan tidak mengganggu subsidi sektor lain terutama bahan pokok seperti minyak goreng, kedelai yang sudah dihapus. Sementara subsidi BBM setiap tahunnya semakin membesar,” kata Donny.
Selanjutnya, Donny menerangkan pembatasan subsidi BBM perlu ditetapkan sebesar 10 persen dari anggaran belanja pemerintah pusat. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah adanya polemik seputar pencabutan subsidi BBM.
Atas hal itu, Donny meminta MK untuk membatalkan tersebut. Setidaknya, MK dapat menyatakan pasal tersebut berlaku konstitusional bersyarat.
“Pasal 13 UU APBN Tahun 2015 konstitusional bersyarat sepanjang dimaknai tidak melebihi 10 persen dari belanja pemerintah pusat,” kata dia.
Menanggapi permohonan ini, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams memberikan kritik terhadap bagian petitum dari pemohon. Dia mempertanyakan dasar pembatasan sebesar 10 persen tersebut.
“Angka 10 persen harus diuraikan rasionalitasnya, ini perlu dilengkapi dalam permohonan,” kata dia.
Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi memberikan komentar yang menyatakan pemohon tidak menguraikan secara tepat terkait norma yang bertentangan. Dia mengatakan pemohon tidak menjelaskan sasaran subsidi untuk kemakmuran rakyat secara tepat.
“Sasaran pengalihan subsidi demi kemakmuran rakyat tidak dijelaskan. Ini harus dielaborasi dalam permohonan,” terang Fadlil.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Patrialis Akbar justru menyatakan pemohon tidak jelas dalam menggambarkan kerugian konstitusionalnya. “Mungkin pemohon ikut menikmati subsidi BBM itu kan?” ungkap dia.
sumber : merdeka.com