TOTABUAN.CO — Muhtar Ependy yang selama ini disebut sebagai orang dekat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, terancam pidana 12 tahun penjara.
Ia didakwa secara langsung atau tidak langsung merintangi penyidikan perkara tindak pidana korupsi pencucian uang dengan tersangka Akil Mochtar yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK, Rini Triningsih mengatakan terdakwa merintangi penyidikan dengan cara pengaruhi saksi Romi Herton (Wali Kota Palembang) dan Istrinya Masyito, serta Srino memberikan keterangan yang tidak benar dalam sidang dengan terdakwa Akil Mochtar.
Selain itu, lanjut Rini, mempengaruhi saksi Iwan Sutaryadi (Wakil Kepala cabang BPD Kalbar di Jakarta) dan dua orang kasir BPD, Rika Fatmawati dan Risna Harsilianti memberikan keterangan yang tidak benar.
Rini memparkan perbuatan mempengaruhi yang dilakukan terdakwa, di antaranya menelepon Masyito dan Romi meminta keduanya menyatakan tidak kenal dengan dirinya jika diperiksa oleh penyidik KPK.
Selain itu, meminta keduanya untuk mengatakan tidak pernah datang ke BPD Kalbar cabang Jakarta.
Sementara itu, terhadap saksi Srino, terdakwa meminta untuk mengatakan tidak pernah mengantarnya ke rumah Akil Mochtar di Kompleks Liga Mas Pancoran, Jakarta Selatan. Khususnya, ketika membawa uang dolar untuk Akil.
“Atas permintaan terdakwa, pada tanggal 11 Nopember 2013, Srino memberikan keterangan dihadapan penyidik KPK, yaitu pernah mengantar terdakwa ke rumah Akil Mochtar membawa kotak baju atau kemeja batik dan bukan membawa uang,” kata Rini saat membacakan surat dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (20/11).
Padahal, dari telepon genggam yang isitadari terdakwa, terbukti pada tanggal 18 Mei 2013, Srino mengantar terdakwa ke BPD Kalbar cabang Jakarta untuk mengambil uang sebesar Rp 3 miliar dalam bentuk dolar Amerika. Kemudian, dibawa menuju rumah Akil menggunakan mobil Honda Jazz bernomor polisi B 1671 PJF.
Sedangkan, Masyito dan Romi atas arahan terdakwa menyatakan tidak kenal terdakwa dan tidak pernah datang ke BPD Kalbar cabang Jakarta, ketika menjalani pemeriksaan di kantor KPK, pada 5 Desember 2013.
Padahal, dari kesaksian Iwan, Rika dan Risna, terdakwa dan Masyito pada bulan Mei 2013 mendatangi kantor BPD Kalbar cabang Jakarta.
Demikian juga, saksi Iwan Sutaryadi dalam sidang Akil menyatakan tidak ingat ketika ditanyakan apakah pernah melihat Masyito mendatangi kantor BPD Kalbar cabang Jakarta. Hal itu sesuai arahan yang diberikan terdakwa di Hotel Cempaka Sari, Jakarta.
“Atas perbuatannya, terdakwa diancam pidana dalam Pasal 21 UU Tipiko jo Pasal 64 ayat (1) KUHP,” kata Rini.
Selain itu, terhadap Muhtar secara pribadi dikatakan juga memberikan keterangan yang tidak benar dalam persidangan, yaitu menyatakan tidak pernah berkomunikasi dengan Romi dan Masyito.
Padahal, terdakwa pernah melakukan pembicaraan dengan Romi dan Masyito.
Selanjutnya, terdakwa dalam sidang Akil juga mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP) perihal pemberian uang ke Akil Mochtar.
Atas perbuatannya, terdakwa Muhtar dijerat dengan Pasal 22 jo Pasal 35 UU Tipikor.
Menanggapi dakwaan jaksa, kubu Muhtar menyatakan tidak akan mengajukan eksepsi (nota keberatan). Sehingga, Ketua Majelis Hakim, Supriyono memutuskan sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi, pada Kamis (27/11) pekan depan.
sumber : beritasatu.com