TOTABUAN.CO MANADO— Kasus dugaan korupsi TPAPD yang melibatkan mantan Bupati Bolaang Mongondow (Bolmong) Marlina Moha Siahaan (MMS) hingga kini terus berproses. Sidang yang dilakukan di Pengadian Negeri Manado Rabu 1 Februari 2017 lalu, saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntu Umum (JPU) memberatkan MMS.
Jasirun Hiong dan Ikram Lasingaru misalnya, saksi yang dihadirkan JPU dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Dua saksi itu di hadapan Hakim yang diketuai Sugiyono, dan Halija Waly dan Nich Samara, tak menampik soal prakterk pinjam uang APBD itu.
Dalam kesaksiannya, Jasirun ikut mengungkap jika MMS melaukan peminjaman dana TPAPD Bolmong sebesar Rp1 miliar. Di depan Hakim, Jasirun menuturkan saat terjadi peminjaman uang, Ia diajak oleh Mursid Potabuga untuk mengantarkan uang ke rumah MMS. “Rumah kami (Jasirun dan Mursid) berdekatan. Saat itu saya mau beli rokok, dan di jalan berpapasan dengan Mursid. Dia meminta saya untuk menemani ke rumah Marlina,” ujar Jasirun.
Meski demikian, Jasirun yang tak lain masih sepupu dengan Marlina itu mengaku, jika Ia tidak mengetahaui asal uang itu dari mana. “Iya tapi saya tidak tahu uang itu dari mana. Yang saya tahu berdasarkan pengakuan Mursid itu uangnya, saya tidak tahu kalau itu uang TPAPD,” aku Jasiru.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dawan Manggalupang lantas bertanya maksud ajakan Mursid ke rumah Marlina apa. Pertanyaan JPU sempat membuatnya memberikan keterangan yang berbelit-belit. Namun, saat JPU membacakan kesaksian Jasirun yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), akhirnya Jasirun pun mengakui bahwa dirinya memang diajak Mursid untuk mengantar uang ke Marlina.
“Di dalam BAP di sini saudara katakan dengan jelas waktu itu pergi dengan Mursid dengan maksud membawa uang yang berada di dalam tas warna hitam untuk Marlina,” kata JPU Dawan Manggalupang.
Namun Jasiru mengakui jika melihat uang tersebut diserahkan ke MMS. “Saya melihat uangnya, dan kata Mursid itu uangnya yang akan dipinjamkan ke Marlina sejumlah Rp1 miliar,” aku Jasiru.
Selan Jasiru, Ikram Lasingaru juga memberikan keterangan. Ikram mengaku menandatangani peminjaman uang oleh MMS namn hanya Rp250 juta. Namun anehnya, Ikram mngatakan, bahwa sejumlah uang itu telah dikembalikannya. Padahal, menurut JPU sejumlah uang itu tidak pernah dikembalikan.
“Saudara sudah disumpah. Bila memberikan keterangan palsu berdasarkan KUHAP saudara bisa dipidana 7 tahun penjara. Dan berdasarkan UU Tipidkor saudara diancam hukuman minimal 2 tahun penjara maksimal 12 tahun penjara,” jelas Hakim Ketua.
Dalam kasus ini JPU menjerat terdakwa dengan pasal 2 ayat (1), jo pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 tahun 1999, jo pasal 55 ayat (1) Ke-1, jo pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Dan subsider pasal 3 jo pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 tahun 1999, jo pasal 55 ayat (1) Ke-1, jo pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Kedua pasal 6 ayat (1) huruf a, huruf c, dan huruf f Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan UU RI No 15 Tahun 2012 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, jo pasal 55 ayat (1) Ke-1, jo pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Dugaan keterlibatan MMS berawal saat dirinya masih menjabat sebagai Bupati Bolmong. MMS diduga kuat telah melakukan aksi korupsi dana TPAPD Triwulan II dan Triwulan III, dengan modus pinjam. Sehingga, menyebabkan terjadinya kerugian negara/daerah hingga mencapai angka miliar rupiah, kata JPU.
Bahkan, JPU lewat dakwaannya sempat menunding MMS telah memerintahkan M Potabuga, untuk membuat Surat Pernyataan Peminjaman Dana sebesar Rp1 miliar atas nama Suharjo Makalalag. Seolah-olah Suharjo selaku pihak peminjam dana sesuai pembicaraan pada hari sebelumnya antara MMS dengan saksi Makalalag melalui telepon, pada tanggal 8 Juni 2010 silam. Padahal, dana TPAPD sebesar Rp1 miliar telah diterima terdakwa.
Diketahui, JPU menjerat terdakwa dalam pasal 2 ayat (1), jo pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 tahun 1999, jo pasal 55 ayat (1) Ke-1, jo pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Dan subsidair pasal 3 jo pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 tahun 1999, jo pasal 55 ayat (1) Ke-1, jo pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Singkatnya, menurut JPU terdakwa diduga kuat telah melakukan aksi korupsi dana TPAPD Triwulan II dan Triwulan III, dengan modus pinjam. Sehingga, menyebabkan terjadinya kerugian negara/daerah hingga mencapai angka miliar rupiah.
Sumber: Media Sulut