TOTABUAN.CO — Faktor kemiskinan dan minimnya lapangan pekerjaan di Aceh yang dijuluki Serambi Mekkah telah mendorong meningkatnya perdagangan manusia (human trafficking) dalam tiga tahun terakhir ini. Persoalan ini tidak terlepas dari minimnya perhatian dari Pemerintah Aceh dalam menanggulanginya. Rata-rata kasus trafficking menimpa kaum perempuan di pelosok desa.
Manager Program Lembaga Bantuan Hukum Anak (LBH) Anak, Banda Aceh, Rudi Bastian mengatakan, faktor minimnya lapangan pekerjaan di Serambi Mekkah telah mendorong banyak terjadi trafficking. Hal ini lantaran di tengah-tengah modernisasi dan kebutuhan hidup semakin meningkat memicu banyak orang mencari pekerjaan secara instan.
“Faktor utama yang kita temukan itu karena kebutuhan hidup yang sudah hedonis, lalu ingin penghasilannya lebih banyak untuk bisa memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat,” kata Rudi Bastian, Jumat (17/10) pada merdeka.com.
Adapun angka trafficking di Aceh pada tahun 2012 hanya 7 kasus, meningkat pada tahun 2013 menjadi 13 kasus dan terus meningkat medio Januari-Oktober 2014 sebanyak 22 kasus. “Kita semakin prihatin dengan kondisi trafficking di Aceh karena terus meningkat 100 persen,” jelasnya.
Menurut Rudi, meningkatnya kasus trafficking di Aceh juga dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan tentang apa itu trafficking. Sehingga masyarakat yang sedang membutuhkan pekerjaan itu tidak memilah-milah jenis pekerjaan yang ditawarkan oleh pelaku trafficking itu.
“Jadi kami meminta kepada orangtua anak di seluruh Aceh, kalau ada yang mengiming-imingi pekerjaan tetapi tidak jelas pekerjaan apa dan di tempat di mana, sebaiknya ditolak atau langsung berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk menanyakannya,” pintanya.
Modusnya, jelas Rudi, biasa terjadi yang ditemukan oleh LBH Anak terjadinya trafficking di pasok dari daerah-daerah yang dicari oleh agen daerah dengan diiming-imingi pekerjaan gaji tinggi. Kemudian dibawa ke Banda Aceh menjadi tempat singgahan sementara dan langsung dikirim ke luar negeri seperti Malaysia, Singapura dan juga Batam.
“Rata-rata korban perempuan hendak dijadikan Perempuan Seks Komersial,” jelasnya.
Adapun kabupaten/kota yang banyak terdapat trafficking terdapat di Kabupaten Bireuen, Aceh Utara, Pidie, Aceh Besar dan juga Banda Aceh. Kabupaten yang tinggi terdapat trafficking berasal dari Bireuen.
“Sedangkan Kita Langsa itu kami tidak memiliki data kongkret tetapi ada informasi juga tinggi, karena mereka tidak transit di Banda Aceh, tetapi lebih sering langsung ke Medan,” tukasnya.
sumber : merdeka.com