TOTABUAN.CO BOLSEL–Tujuh hari sejak kepergian Revan Kurniawan Santoso alias Aan, dugaan penganiayaan oleh oknum anggota kepolisian terus memicu reaksi publik. Kali ini, bukan hanya tindakan aparat yang disorot, tetapi juga sikap diam Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang dinilai tidak menunjukkan empati maupun langkah konkret merespons kasus ini.
Di berbagai forum warga dan media sosial, masyarakat mengecam keras ketidakhadiran DPRD dalam mendampingi keluarga korban maupun dalam mendorong transparansi penegakan hukum.
“Kalau memang DPRD adalah wakil rakyat, mengapa mereka diam saat rakyatnya dizalimi?,” kata seorang warga.
Dalam kasus seperti ini, DPRD seharusnya hadir dan berpihak, terutama ketika nyawa rakyat melayang tanpa kejelasan.
Keluarga Aan juga mengaku sudah hari ketujuh sejak wafatnya Aan, belum ada kunjungan dari DPRD ke pihak keluarga. Bahkan lari dari pernyataan resmi.
Beberapa organisasi masyarakat sipil juga mempertanyakan sikap DPRD yang dinilai tidak proaktif.
“Ini bukan semata soal kriminal. Ini soal kepercayaan rakyat terhadap negara. Jika DPRD tidak hadir dalam momen seperti ini, maka mereka kehilangan makna sebagai representasi rakyat,” kata aktivis sekaligus pemerhati masyarakat Bolsel yang ikut memantau jalannya kasus ini.
Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari sejumlah LSM, mahasiswa dan tokoh masyarakat mendorong DPRD untuk segera mengambil langkah nyata, termasuk mendampingi keluarga korban secara hukum, serta mendesak penegakan hukum yang transparan dan adil.
Kasus Aan dinilai bisa menjadi momentum koreksi bagi DPRD dalam memperbaiki budaya politik yang selama ini dianggap elitis dan jauh dari realitas masyarakat.
“Wakil rakyat bukan hanya hadir di ruang rapat dan sidang, tapi juga di ruang duka dan keadilan. DPRD harus turun mendengar, merasakan, dan memperjuangkan suara masyarakat kecil,” tegas Amin Laiya, tokoh masyarakat yang juga aktivis demokrasi lokal.
Di tengah suasana duka, keluarga Aan dan masyarakat luas berharap kasus ini tidak berhenti sebagai statistik semata. Mereka menuntut agar keadilan ditegakkan dan sistem diperbaiki agar kasus serupa tidak kembali terjadi.
Diamnya DPRD bukan hanya soal kelemahan komunikasi, melainkan mencerminkan jarak yang semakin lebar antara lembaga negara dan rakyat yang diwakilinya. Bila suara rakyat terus diabaikan, maka fungsi perwakilan rakyat sejatinya telah gagal.
Kini, masyarakat menanti: apakah DPRD akan terus diam, atau akhirnya memilih berdiri di sisi kebenaran. (*)