TOTABUAN.CO BOLMONG— Setelah menggelar pertemuan Delapan LSM, akhirnya semua pimpinan LSM bersepakat untuk melaporkan dugaan pemerasan dan pemalsuan perizinan guna memuuskan aktivitas PT Conch, yang dilakukan oknum-oknum pejabat baik yang ada di Pemkab Bolaang Mongondow (Bolmong) maupun oknum-oknum anggota DPRD. Ada dua laporan yang rencananya akan dibawa ke pengadilan dan Polda Sulut pada Senin (7/8) pekan depan, yakni soal laporan perdata dan pidana.
Ketua LSM Bogani Yusuf Mooduto yang ditunjuk selaku koordinator Delapan LSM, mengatakan setelah melakukan kajian dan penelitian terkait bukti yang mereka temukan, pihaknya akan siap menyodorkan laporan ke penyidik kepolisian daerah Polda Sulut maupun ke Pengadilan.
“Ada dua kasus yang akan kita laporkan. Yakni soal Perdata mengenai perizinan yang diduga dipalsukan, dan yang kedua soal pidana terkait dengan pemerasaan yang dilakukan oknum pejabat pemkab dan oknum anggota DPPRD kepada bos PT Sulenco,” kata Yusuf Kamis (3/8).
Buya sapaan akrabnya mengatakan, dari hasil investigasi, oknum pejabat pemkab Bolmong yang diduga terlibat dalam kasus pemerasan serta pemalsuan perizinan ada 4 orang. Dugaan keterlibatan mereka selain memalsukan Perda, rekomendasi lokasi aktivitas perusahan PT Conch, dinilai tidak sesuai.
Selain menerima uang ratusan hingga miliar rupiah atas hasil pemerasan kepada bos PT Sulenco, bukti yang ditemukan ternyata perizinan juga salah.
Sedangkan untuk oknum anggota DPRD, yang diduga lakukan pemerasan ada tiga orang. Dua orang sudah tidak bertugas dan sisanya saat ini masih menjabat.
“Perizinan yakni paraf tapi bentuk administrasinya sengaja dikelabui dengan melampirkan Perda di luar Bolmong. Perda yang dilampirkan dan ditandatangai oleh mantan Bupati itu yakni Perda berasal dari Kabupaten Bolmong Selatan (Bolsel) bukan Perda Bolmong,” bebernya.
Yusuf menambahkan, aksi yang dilakukan para oknum pejabat, Negara dirugikan kurang lebih 3 miliar.
“Bukti sudah kita siapkan, dan rencana untuk pertama kita akan ke pengadilan Kotamobagu dulu,” jelasnya.
Alasan untuk melaporkan soal perizinan ke Pengadilan kata Yusuf, karena rekomendasi tersebut tidak melalui kajian dan mereka yakini bisa dibatalkan. Bahkan kata dia, dari bukti administrasi yang mereka dapat, bahwa nomenklaturnya soal perizinan keliru. Kekeliruan itu karena administrasinya ditulis Desa Solog Kecamatan Lolak sementara lokasinya ada di Inobonto Satu Kecamatan Bolaang.
“Jadi kami yakin ini bisa batal demi hukum soal rekomendasi itu. Dan jika batal demi hukum, bisa ada pidana di dalamnya dan akan terungkap siapa aktor intelektual,” tegasnya.
Data yang dikantongi Delapan LSM saat ini dari tujuh alat bukti yang ditemukan, tiga untuk pidana, empat lainnya Perdata. Sehingga menurutnya ini bukan soal gertakan, akan tetapi pihaknya sementara menyusun laporan untuk dibawa ke aparat penegak hukum.
“Apa yang dilakukan ini secara legal dan konstitusional, dan bukan gertakan,” katanya.
Dari pertemuan itu delapan dihadiri paara pimpinan LSM yakni Aliansi LSM Bogani, LSM Merah Putih, LSM Snak Markus, LSM Generasi Bela Pancasila, LSM Aliansi Indonesia, LSM Guntur, LSM Laki, LSM Penjara dan LSM BMCM.
Penulis: Hasdy