TOTABUAN.CO BOLMONG — Penyampaian Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak hanya jadi kewajiban penyelenggara negara tingkat atas saja, akan tetapi sudah akan diberlakukan bagi para Sangadi (kepala desa).
Di Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) ada 200 Sangadi yang nantinya wajib menyampaikan LHKPN tersebut sebagai bentuk pencegahan tindak pidana korupsi.
Menurut Kepala Inspektorat Bolmong Rio Lombone, pelaporan LHKPN ke KPK bagi para Sangadi, merupakan bagian dari monitoring center for prevention (MCP), yakni instrumen pemantauan pelaporan pemberantasan korupsi di pemerintah daerah yang terdiri atas sejumlah area, indikator, dan sub-indikator.
“Sebelum pemberlakukan LHKPN bagi para Sangadi, masih akan dilakukan sosialisasi terlebih dahulu,” kata Rio.
Dia mengatakan, selama ini LHKPN hanya untuk pejabat negara dan pejabat aparatur sipil negara (ASN), namun saatnya Sangadi wajib untuk menyetor LHKP le KPK yang nantinya akan didasari dengan Peraturan bupati (Perbub).
Inspektorat kata Rio, nantinya akan menerjunkan tim untuk sosialisasi entri dan pembuatan akun para Sangadi. Nantinya LHKPN Sangadi itu bisa diakses publik sebagai wujud transparansi.
“Item-item isian dalam LHKPN itu umumnya seperti pendapatan, harta kekayaan, utang, tabungan, dan seterusnya,” jelasnya.
Menurutnya, desa harus bisa mencapai penilaian 100%, seperti regulasi, sistem keuangan, laporan konsolidasi APBDes, publikasi, transparansi, database aset desa, dan pengawasan desa. Pengawasan dilakukan lewat audit dana desa.
“Kami mengedepankan konsultasi untuk early warning system. APIP berperan dalam tindakan preventif, konsultatif, dan trusted [dipercaya],” ujarnya.
Diketahui, KPK telah mengeluarkan peraturan KPK nomor 2 tahun 2020 tentang perubahan atas peraturan KPK Nomor 7 tentang pemeriksaan harta kekayaan penyelenggara negara.
Hal ini dilakukan, bertujuan untuk melaksanakan upaya pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi.
Berdasarkan catatan data KPK RI dari 2012 hingga 2021 kasus korupsi melalui Dana Desa di Indonesia mencapai 601 kasus. Dari jumlah itu, sebanyak 686 Kepala desa sudah terseret kasus korupsi Dana Desa.
Sedangkan menurut data Indonesia Corruption Watch (ICW) desa menjadi sektor dengan kasus korupsi terbanyak sepanjang 2022.
Sejak pemerintah menggelontorkan Dana Desa pada 2015 silam, banyak kepala desa yang menyalahgunakan dana desa tersebut. Dan hal ini sangat di sayangkan.
Sedikitnya ada tiga titik celah korupsi di desa yang harus menjadi perhatian bersama, antara lain proses perencanaan, pengadaan dan proses per tanggung jawaban.
Maka dari itu, dalam pencegahan korupsi berdasarkan rekomendasi monitoring center for prevention (mcp) KPK, bagi setiap penyelenggara negara wajib menyampaikan lapor LHKPN tanpa terkecuali. (*)