TOTABUAN.CO BOLMONG — Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) terus melakukan uji sampel terhadap kondisi air sungai.
Terbukti hasil uji sampel yang dilakukan, tiga sungai petugas dri DLH Bolmong menemukan adanya senyawa merkcuri.
Tiga sungai itu yakni sungai Onggak yang ada di Desa Komangan, sungai Dumoga, dan sungai Kaiya.
Hal uji sampel itu menemukan adanya senyawa merkuri berhasil dideteksi dari air di tiga sungai di Kabupaten Bоlmоng, pada Jumat (20/08) lalu.
Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran Kerusakan Lingkungan Hidup, Pengelolahan Sampah dan Bahan Berbahaya beracun, Deasy Makalalag, membenarkan hal tersebut. Dia mengaku telah melakukan beberapa kali pengujian sampel air dan hasil terbaca senyawa Merkuri.
“Iya memang benar, ketiga sungai ini sudah terdeteksi Merkuri,” ujar Deasy.
Namun menurutnya, Mercuri yang terdeteksi di ketiga sungai ini belum melewati baku mutu. “Yang terbaca di sungai adalah 0,0006 mg/L. Sedangkan untuk baku mutunya 0,002 mg/L,” jelasnya.
Ia menambahkan untuk lewat dari baku mutu, maka Merkuri yang terdeteksi harus ada dikisaran 0,005 mg/L. Meski begitu, ia mengatakan jika ini merupakan tanda awas terutama bagi kualitas air sungai di Bolmong.
“Tentunya ini menjadi tanda awas bagi kami, dan dalam waktu dekat ini, dan kami akan terus melakukan pemantauan secara berkala,” tegasnya.
Deasy menjelaskan, penyebab tiga sungai mengandung senyawa merkuri, dikarenakan aktivitas tambang liar.
“Salah satu penyebabnya adalah aktivitas tambang liar. Jika kebanyakan aktivitas tambang liar menggunakan elemen kimia seperti merkuri. Elemen kimia ini kemungkinan masuk ke sungai. Padahal kami sudah mengingatkan agar tidak menggunakan merkuri, karena dampaknya seperti ini,” tandasnya.
Diketahui ancaman bahaya limbah Merkuri lebih besar lagi untuk kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan. Masyarakat menganggap bahwa pencemaran merkuri tersebut hanya akan terjadi pada lingkungan di sekitar lokasi penggunaan merkuri seperti di lokasi Pertambangan Emas. Namun, masyarakat perlu menyadari bahwa ancaman bahaya merkuri ini sesungguhnya bisa mengancam siapa saja, bahkan yang jauh dari lingkungan pertambangan emas.
Seperti pencemaran Merkuri pada lingkungan air, tanah dan udara.
Merkuri merupakan logam berat yang amat berbahaya dan beracun, oleh karena itu sangat merugikan jika mencemari lingkungan perairan. Pencemaran merkuri di perairan umumnya berasal dari kegiatan industri atau pertambangan. Pertambangan secara tradisional seringkali menggunakan cairan perak merkuri atau air raksa untuk memisahkan butiran emas dari material batuan. Setelah butiran emas terkumpul, maka sisa batuan atau lumpur yang tercampur dengan merkuri lantas dibuang ke aliran sungai. Inilah awal pencemaran merkuri hingga menuju ke lautan.
Peristiwa pada 1950-an di Teluk Minamata, Prefektur Kumamoto, Jepang telah menjadi peringatan tentang bahaya pencemaran merkuri pada lingkungan perairan. Tragedi Minamata telah menelan banyak korban yang menderita penyakit sindrom neurologis dan kelumpuhan saraf sensorik. Penduduk Minamata mengalami sakit hingga meninggal setelah mengkonsumsi ikan dan makanan laut yang tercemar limbah merkuri industri batu baterai Chisso Corporation sejak 1932. Merkuri yang mencemari laut akan diserap oleh plankton, kemudian plankton dimakan oleh ikan dan terakumulasi dalam tubuh ikan atau biota perairan lainnya. Semakin besar tubuh seekor ikan, maka semakin tinggi pula tingkat merkuri yang dikandungnya. (*)