TOTABUAN.CO BOLMONG — Di balik gemerlap lampu toko, rak-rak yang tersusun rapi, dan udara sejuk dari pendingin ruangan, gerai Alfamart dan Indomaret kian menjamur di sudut-sudut jalan Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong). Terdapat 29 outlet Indomaret dan 26 outlet alfamart dan 2 outlet Alfamidi.
Namun, di balik hadirnya puluhan ritel modern itu, ada suara-suara pelaku UMKM lokal yang makin sayup terdengar.
Sejumlah pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Bolmong mengaku belum merasakan manfaat dari kehadiran jaringan ritel besar tersebut. Produk lokal mereka belum mendapat tempat di rak-rak Indomaret maupun Alfamart, meski sudah memenuhi standar mutu dan legalitas usaha.
“Kami sebagai pelaku UMKM di Bolmong meminta pemerintah daerah memperjuangkan produk kami agar bisa masuk ke Indomaret dan Alfamart,” ujar seorang pelaku UMKM yang enggan disebutkan namanya.
Keluhan ini bukan tanpa dasar. Sudah sejak lama para pelaku UMKM Bolmong mengupayakan agar produk-produk olahan lokal seperti sambal nanas ikan roa, gula semut, keripik salak, kue nastar, dan keripik pisang bisa dipasarkan di jaringan ritel modern yang kini mendominasi pasar konsumsi masyarakat.
MoU yang Belum Memberi Dampak
Harapan sempat membuncah pada September 2022, ketika Pemerintah Kabupaten Bolmong menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan PT Indomarco Prismatama (Indomaret). Perjanjian itu bertujuan membuka ruang bagi produk lokal untuk dijual di ritel modern, sekaligus menyerap tenaga kerja lokal. Namun dua tahun berlalu, realisasinya masih berjalan di tempat.
“Enam produk UMKM sudah pernah kami ajukan ke pihak Alfamart dan Indomaret. Tapi hingga saat ini belum ada respons,” ungkap Seriyanto Mamonto, Kepala Bidang Pengolahan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Bolmong.
Ia menegaskan, keenam produk tersebut telah melalui proses seleksi, mulai dari uji mutu, perizinan, hingga standar keamanan pangan.
“Semua sudah lengkap, sesuai syarat. Tinggal komitmen dari pihak ritel,” tambahnya.
Produk Lokal Menanti Kesempatan
Di sisi lain, para pelaku UMKM terus berproduksi dengan semangat. Mereka tak sekadar membuat produk asal jadi, tapi berupaya menjaga kualitas, rasa, hingga kemasan. Mereka percaya, produk lokal Bolmong punya daya saing – asal diberi ruang.
Namun, tanpa dukungan dari jejaring distribusi modern seperti Alfamart dan Indomaret, produk-produk lokal ini sulit menjangkau pasar lebih luas. Konsumen pun, tanpa sadar, lebih banyak membeli produk luar ketimbang buatan tetangga sendiri.
Hal inilah yang memicu kekecewaan sebagian pelaku UMKM. Mereka menilai, Alfamart dan Indomaret belum sepenuhnya berpihak pada produk lokal, meski telah bersepakat dalam perjanjian formal dengan pemerintah daerah.
Menagih Komitmen Ritel Modern
Kekecewaan ini bukan berarti menolak kehadiran ritel modern. Justru, pelaku UMKM berharap bisa berjalan berdampingan—lokal tumbuh, nasional berkembang. Tapi itu hanya bisa terjadi bila kemitraan dijalankan dengan adil.
Kini, suara dari pelaku UMKM kembali mengetuk pintu kesadaran para pemilik ritel. Komitmen yang pernah ditandatangani di atas kertas, perlu diwujudkan dalam tindakan nyata di lapangan.
Bukan hanya untuk meningkatkan ekonomi lokal, tetapi juga membangun ekosistem bisnis yang inklusif, yang tak melupakan produk dari tanah sendiri.
Selama rak-rak toko masih diisi produk luar, selama pintu toko masih tertutup bagi pelaku lokal selama itu pula pertumbuhan UMKM akan berjalan pincang. UMKM Bolmong hanya butuh satu hal: kesempatan. (*)