TOTABUAN.CO KOTAMOBAGU – Kopi asal Kota Kotamobagu masih menjadi andalan. Kopi buatan lokal ini tampaknya bukan hanya tersohor di Sulawesi Utara, atau pun di Pulau Jawa, akan tetapi tembus hingga ke Mancanegra.
Bagi Badaria Mokoginta, tradisi minum kopi sudah berlangsung lama sejak tanaman yang berasal dari Etiophia itu ditanam di tanah Totabuan. Tradisi minum kopi itu menurut Kades Bilalang Satu ini terus berlangsung hingga saat ini.
“Desa Bilalang ini dari dulu memang penghasil kopi. Kalau tidak tahu minum kopi, mungkin bukan orang Bilalang,” ujar Badaria becanda.
Saban bulan, Badaria menghasilkan 200 kg biji kopi organik yang dibeli dari petani di Bilalang. Kopi jenis Robusta Kotamobagu yang berbuah di tanah Bilalang ini sudah diuji Pusat Penelitian Kopi dan Kakao dengan skor uji citarasa 80,45.
Penanaman dan pengolahan kopi secara organik dan manual ini menjadi andalan utama produsen kopi di Bilalang. Dia mengatakan, bedahnya Kopi Dinodok dengan kopi lainnya, karena proses pengolahannya.
Sejak digeluti hampir dua tahun silam, produk kopi organik Bilalang dengan nama Dinodok sudah didistribusikan ke pasar swalayan lokal di Kotamobagu. Laris manisnya penjualan kopi Dinodok kini penjualanya sudah tembus pulau Jawa hingga mancanegara.
Kopi Dinodok sendiri sudah mendapat label halal dari Majelis Ulama Indonesia. Bahkan Indonesian Organic Farming Certifikation memberikan sertifikat pertanian organic kepada kelompok tani Bangelon II Desa Bilalang I Kecamatan Kotamobagu Utara karena telah menerapkan system pertanian oragnik sesuai SNI untuk kopi jenis Robusta.
Menurut Mama Sandri sapaan akrab Badaria kopi Kotamobagu kini banyak diincar peminat kopi. Produksi kopi yang masih terbatas menyebabkan dia harus rela membeli ke tempat lain dan diolah sesuai standar yang ada.
Ada tiga jenis kemasan dalam penjualan Kopi Dinodok. Dia menjelaskan, kemasan 100 gram dijual Rp10.000, kemasaran 250 gram dijual Rp23.000. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan warga, dia rela menjual kemasan kopi Dinodok dengan harga Rp1000 per sachet.
“Untuk harga seribu, kalau bagi pencinta kopi hanya sekali minum,” paparnya.
Luas kebun kopi di Kotamobagu memang terbilang sempit, hanya 192 hektare. Jumlah tersebut hanya 2,41% dari total perkiraan luas kebun kopi Sulawesi Utara seluas 7.939 hektare. Adapun, luas kebun kopi Sulut itu hanya 10,66% dari luas kebun kopi di Sulawesi Selatan.
Boleh dibilang, Kotamobagu sedikit tertinggal dibandingkan dengan daerah lain seperti Toraja. Selain kalah popular, kopi khas Kotamobagu juga belum memiliki Indikasi Geografis. Kendati demikian, kalangan pecinta kopi justru penasaran dengan kopi Kotamobagu.
Guna menggenjot produksi kopi, secara bertahap Pemkot Kotamobagu tengah mengupayakan perluasan lahan dan peningkatan kompetensi petani agar sektor perkebunan kopi bisa lebih berdaya.
Lewat bantuan berbagai pihak, Pemkot Kotamobagu membagikan 170.000 ribu bibit kopi yang bakal ditanam di area seluas 300 hektare. Sebagian dari jumlah bibit yang disiapkan sudah ditanam sedangkan sisanya masih dalam tahap persiapan lahan.
Untuk mendukung perluasan lahan, Pemkot Kotamobagu merogoh anggaran Rp36 miliar untuk buka akses jalan perkebunan.
Selain itu sangat cocok untuk pengembangkan menjadi agrowisata karena alamnya. (**)