TOTABUAN.CO – Kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso menyatakan proses perundingan masih berlangsung dengan kelompok militan Abu Sayyaf di Filipina yang menyandera 10 orang anak buah kapal asal Indonesia.
“Kami negosiasi,” kata Sutiyoso. Ia berkata, masih ada sisa waktu sepekan untuk menyelamatkan 10 warga Indonesia itu.
“Batas waktu diubah (penyandera) dari tanggal 2 April menjadi 8 April (untuk menebus 10 ABK),” ujar Sutiyoso yang kemarin menemui Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan untuk membahas penyanderaan tersebut.
Kelompok Abu Sayyaf yang berbaiat kepada ISIS kerap melakukan penculikan, pengeboman, dan pembunuhan di wilayah selatan Filipina. Mereka meminta tebusan sekitar Rp15 miliar sebagai kompensasi atas pembebasan para ABK Indonesia. Namun pemerintah Republik Indonesia keberatan memenuhi tuntutan itu.
Tebusan yang diminta kelompok Abu Sayyaf kepada Indonesia, menurut Sutiyoso, tergolong kecil dibanding dengan sandera lain yang nonwarga Indonesia.
“Sandera Kanada misalnya diminta satu orang dibayar satu miliar Peso. Jadi untuk dua orang Kanada, mereka minta dua miliar Poso. Kita (Indonesia), 10 orang itu diminta 50 juta Peso (Rp15 miliar). Itu sebagai pembanding,” ujar Sutiyoso.
Lokasi para sandera saat ini telah diketahui. Menurut informasi yang diterima BIN dari intelijen Filipina, selain 10 ABK Indonesia, ada pula 11 warga asing –enam asal Filipina, dua Kanada, satu Belanda, satu Italia, satu Norwegia.
“Kami tahu lokasi sandera-sandera itu. Mereka tidak di satu tempat, tidak di satu rumah, tapi agak dipencar,” kata Sutiyoso.
Keamanan para sandera, ujar mantan Wakil Komandan Jenderal Kopassus itu, tetap menjadi prioritas. Untuk membebaskan mereka, pemerintah RI sedang merancang beberapa opsi yang tak dapat dikemukakan secara spesifik demi keselamatan sandera.
Sutiyoso berujar terus berkoordinasi dengan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Perwakilan BIN di luar negeri pun diminta terus memasok perkembangan penyanderaan.
Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Mulyono mengatakan operasi militer ialah opsi terakhir yang akan ditempuh jika proses perundingan buntu.
sumber:cnnindonesia.com