TOTABUAN.CO – Sebanyak 10 warga negara Indonesia (WNI) diculik dari perairan Filipina selatan, yang dilanda konflik dengan militan Islam. Menurut pihak berwenang, para penculik menuntut uang tebusan untuk pembebasan mereka.
Ketika dikonfirmasi mengenai uang tebusan itu, Menteri Luar Negeri (Menlu RI) Retno LP Marsudi menolak menyebutkan jumlah uang tebusan yang diminta dan akan mengedepankan keselamatan WNI yang diculik.
“Prioritas kami adalah keselamatan 10 warga negara Indonesia yang disandera. Untuk menangani kasus ini, saya terus melakukan komunikasi dan koordinasi dengan berbagai pihak Indonesia di Filipina dan pemerintah Filipina termasuk menlu Filipina,” ujar dia kepada wartawan, Selasa.
Dia menambahkan telah menghubungi rekan senegaraya di Filipina. Selain itu masih belum ada kejelasan soal kapal tongkang – pengangkut batu bara yang menuju ke kota Batangas, Filipina – dan awak kapal yang ditahan oleh para penculik.
Namun menurut militer Filipina, kapal penarik tongkang ditemukan dalam keadaan kosong di laut dan telah di bawa ke pelabuhan di Pulau Tawi-Tawi, tak jauh dari Sulu.
Retno menjelaskan, pihaknya mendapat informasi, pada Senin (28/3), dari sejumlah pihak tentang adanya dua kapal berbendera Indonesia yang dibajak dan menyandera 10 WNI. Dari penelusuran dan komunikasi dengan pemilik kapal dan Pemerintah Filipina, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI kemudian memperoleh sejumlah fakta.
Menurut pihak berwenang Indonesia dan Filipina, para awak kapal itu sedang berlayar menggunakan kapal besar, yang biasa digunakan untuk menarik kapal tongkang, dari Pulau Borneo menuju Filipina, ketika kemudian mereka dibajak.
Para pembajak berkapal motor kayu itu diduga menculik awak kapal, pada Sabtu (26/3). Pemilik kapal kemudian menerima telepon permintaan uang tebusan dari seseorang yang mengaku dari kelompok militan Abu Sayyaf, di hari yang sama.
Tidak diketahui persis kapan kedua kapal itu dibajak. “Pihak pemilik kapal tahu kapal dibajak, pada 26 Maret saat ditelpon seseorang yang mengaku dari kelompok separatis Filipina Abu Sayyaf,” ujar Retno.
Militer Filipina menyampaikan, informasi sebelumnya mengindikasikan bahwa para pelaut itu telah dibawa oleh faksi Abu Sayyaf ke Sulu, yakni sebuah pulau kecil yang terletak di bagian selatan pulau dan merupakan tempat persembunyian militan. Namun mereka masih mencari kepastian informasi itu.
Adapun dua kapal yang dibajak adalah kapal tunda Brahma 12 dan kapal Tongkang Anand 12 yang membawa 70 ribu ton batu bara dan 10 awak kapal WNI. Sedangkan kapal kedua tengah melakukan perjalanan dari Sungai Puting Kalimantan Selatan menuju Batangas, Filipina Selatan.
“Kapal Brahma 12 sudah dilepaskan dan berada ditangan otoritas Filipina namun kapal Anand 12 dan 10 awaknya masih ditahan tanpa diketahui keberadaannya. Dalam komunikasi melalui telepon pemilik kapal, pihak penyadera meminta tebusan sejumlah uang dan pada 26 Maret sudah menghubungi pemilik kapal sebanyak 2 kali,” tambah Retno.
Sebelumnya, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso mengungkapkan kelompok separatis tersebut meminta uang tebusan ke Pemerintah Indonesia sebesar 50 juta peso.
Abu Sayyaf adalah kelompok Islam yang berbasis di Filipina dan terkenal akan aksinya melakukan pengeboman dan penculikan. Mereka telah bersumpah setia kepada kelompok Negara Islam (NI).
Sebelum kasus terbaru ini, penculikan tigla tinggi yang trjadi baru-baru ini dialami oleh dua warga negara Kanada dan seorang warga Noregia. Mrerka diculik dari kapal yacht di pelabuhan, pada September, di mana para militan meneapkan baas waktu penyerahan tebusan pada April.
Bahkan, pada Oktober 2014, Abu Sayyaf mengklaim menerima 250 juta peso atau setara US$ 5,3 juta untuk menebus dua warga negara Jerman yang disekap selama enam bulan. Analis keamanan menyebutkan uang tebusan itu telaah dibayarkan.
sumber:beritasatu