TOTABUAN.CO– Kemunculan kelompok yang menyebut diri Negara Islam (ISIS) dinilai menimbulkan perpecahan di kelompok militan di Indonesia.
Jika sebelumnya kelompok-kelompok militan di Indonesia berada di bawah payung Jemaah Islamiyah (JI) yang berafiliasi dengan al-Qaida, maka kemunculan ISIS membuat kelompok militan terpecah menjadi organisasi-organisasi baru.
Hal tersebut diungkapkan oleh peneliti LIPI, Indriana Kartini, dalam sebuah diskusi di Jakarta.
Dia menambahkan gerakan radikal di Indonesia tak lepas dari pengaruh internasional, terutama di Timur Tengah, dengan pro dan kontra atas ISIS ketika pertama kali dideklarasikan oleh Abu Bakar Al-Baghdadi, pada 2013 lalu.
“Saat dideklarasikan, Abu Bakar Al-Baghdadi menyerukan seluruh kaum muslim di seluruh dunia untuk hijrah dan bergabung dengan tentara Islam di Suriah. Dia banyak menggunakan media elektronik berupa video dan di Indonesia dapat sambutan pro atau kontra kelompok radikal,” jelas Indriana.
Di Indonesia, kelompok Majelis Mujahidin Indonesia dan Jamaah Ansharut Syariah -yang merupakan pecahan dari Jemaah Ansharut Tauhid pimpinan Abu Bakar Baasyir- merupakan kelompok yang anti-ISIS.
Peran ‘penting’ Fachry
Dan mereka tidak berbaiat kepada Al-Baghdadi dan tidak setuju dengan yang dilakukan kelompok ISIS.Indriana Kartini
“Mereka tidak berbaiat kepada Al-Baghdadi dan tidak setuju dengan yang dilakukan kelompok ISIS,” jelas Indriana.
Sedangkan yang mendukung ISIS adalah Jemaaah Ansharut Daulah atau JAD pimpinan Aman Abdurahmah bersama Abu Jandal.
“Tetapi bukti struktur organisasi ini belum ditemukan,” jelas Indriana, “Namun ada situs Al-Mustaqbal yang menyebarkan pemahaman ISIS.”
Situs tersebut yang dijalankan oleh Muhammad Fachry alias Tuah yang divonis lima tahun penjara dan denda Rp5 juta subsider tiga bulan kurungan, setelah dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan, menyebarkan informasi yang dapat mempengaruhi melakukan kekerasan.
Di situs itu, Tuah disebut menyebarkan video-video propaganda ISIS dan mengajak pembaca berangkat ke Suriah untuk melawan Presiden Bashar Al Assad.
Vonis yang diberikan untuk Tuah alias Fachry lebih ringan dari tuntutan jaksa, yaitu hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp50 juta.
Padahal, menurut Sidney Jones peneliti terorisme dari IPAC, Tuah memiliki peran penting dalam pergerakan ISIS di Indonesia.
Image copyright AP Image caption Serangan Jakarta menurut polisi kelompok JAD yang bertanggung jawab sementara IPAC adalah Jemaah Ansarud Khilafah.
“Fachry sebetulnya adalah aktor terbesar yang mengorganisir kelompok-kelompok pro-ISIS di seluruh Indonesia melalui situs Almustaqbal.net, yang sekarang ditutup pemerintah Indonesia. Kalau kita lihat yang dia lakukan untuk merekrut orang untuk ISIS, (vonis) lima tahun jauh terlalu ringan,” kata Jones.
Pemerintah tidak sensitif?
Indriana mengatakan selain JAD, ada organisasi baru Ansharut Daulah Islamiyah yang dideklarasikan pada 2015 dengan sebagian besar anggotanya merupakan murid Aman Abdurahman, yang saat ini masih mendekam di penjara.
Kelompok ini berupaya melobi organisasi yang berbaiat kepada ISIS, yaitu Mujahid Indonesia Timur pimpinan Santoso, serta Jemaah Ansharut Tauhid JAT dan Faksi Darul Islam yang dikenal dengan ‘Ring Banten’.
Pada November 2015, terjadi pertemuan kelompok pro-ISIS untuk membentuk organisasi baru bernama Jemaah Ansyarul Khalifah.
Seorang warga Indonesia yang pernah terlibat aksi militan di Afghanistan dan Moro, Filipina, Ali Fauzi Manji, menyarankan pemerintah seharusnya dapat melakukan sesuatu dengan perpecahan ini.
“Negara tidak sensitif atau tidak tahu ada perpecahan kronis dikalangan kelompok jihad di Indonesia akibat munculnya ISIS, jika mereka balik dan tak bisa terdeteksi maka akan menjadikan Indonesia sebagai Irak dan Suriah kedua,” jelas Ali.
BNPT menyebutkan sekitar 500 orang Indonesia bergabung dengan ISIS di Suriah dan Irak, sementara polisi menyebut angka yang lebih rendah yaitu sekitar 200-300 orang.
sumber:bbc.com