TOTABUAN.CO – Partai Golongan karya (Golkar) menghadapi suasana kevakuman kepengurusan setelah Menkum HAM resmi mencabut SK Kepengurusan DPP Golkar hasil Munas Ancol. Dengan dicabutnya SK tersebut, maka kepengurusan kembali ke Munas Riau sebagaimana putusan MA.
Namun, kepengurusan Munas Riau berakhir pada 31 Desember 2015 kemarin. Lalu bagaimana nasib Partai Golkar yang tak mengantongi SK pengesahan mulai 1 Januari 2016?
“Sesungguhnya secara hukum, tanggal 1 Januari DPP Golkar tidak memiliki kepengurusan yang sah, baik untuk Munas Bali dan maupun Munas Ancol, karena Munas Bali ditolak disahkan oleh MA,” ujar ketua umum hasil Munas Ancol, Agung Laksono, Kamis (31/1/2015).
Agung mendorong untuk menjaga eksistensi dan menjamin legitimasi Partai Golkar, Mahkamah Partai Golkar (MPG) segera melakukan persidangan dan mengambil keputusan melaksanan Munas bersama Partai Golkar pada bulan Januari 2016.
“Ini merupakan jawaban untuk mengisi kekosongan, karena dengan adanya pencabutan ini, mulai besok ada kekosongan kepemimpinan dilihat dari porses hukum yang ada,” ulas Agung.
Sementara kepengurusan kubu hasil Munas Bali punya pandangan berbeda. Sekjen hasil Munas Ancol Idrus Marham, menilai kepengurusan Golkar yang sah saat ini adalah hasil Munas Bali. Sebab, Munas Riau sudah ditindaklanjuti dengan Munas Bali dan menghasilkan Aburizal Bakrie sebagai ketua umum.
“DPP hasil Munas Riau sudah melakukan Munas di Bali pada tahun 2014. Hanya saja ada masalah hukum, tapi PN Jakut sudah ada putusannya Munas Bali yang sah, putusan itu sudah berlaku serta merta,” ucap Idrus, Kamis (31/1/2015).
“Pengurus hasil Munas Riau sudah menyelenggarakan Munas di Bali dan penyelenggaraan itu menurut putusan PN Jakut adalah sah. Jadi tinggal menunggu pengesahan Menkum HAM saja,” imbuh pengurus lainnya, Bambang Soesatyo.
Perbedaan pendapat juga terjadi di antara pakar hukum. Pakar tata negara Refly Harun menilai bahwa ini adalah akhir bagi Partai Golkar yang resmi. Artinya tidak ada lagi Golkar yang diakui pemerintah.
“Ya artinya yang berlaku Munas Riau, gitu saja. Jadi kalau kalau SK Munas Riau berakhir hari ini, maka sudah berakhir Golkar, tidak ada yang resmi. Jadi per 1 Januari tidak ada Golkar yang resmi,” kata Refly Harun kepada detikcom, Kamis (31/12/2015).
Memang masih ada proses hukum di Pengadilan Tinggi yang belum selesai. Namun menurut Refly, proses hukum masih memakan waktu cukup lama sehingga semakin lama ditunggu maka semakin lama pula Golkar tidak diakui pemerintah.
Kuasa hukum Munas Bali Yusril Ihza Mahendra punya pandangan berbeda. Sebagai kuasa hukum, dia menilai kepengurusan yang sah adalah hasil Munas Bali. Partai Golkar tetap legal dan tidak akan bubar mulai 1 Januari 2016.
“Sebab putusan PN Jakut dan PT Jakarta itu berlaku serta merta, meski ada banding dan kasasi,” ucap Yusril.
Putusan itu menyatakan bahwa penyelenggaraan Munas Bali sah dan kepengurusan yang dihasilkannya juga sah. Sebaliknya, kepengurusan Munas Ancol tidak sah termasuk kepengurusan yang dihasilkan.
Lalu apa sikap pemerintah?
Jika dicermati, dalam keputusannya mencabut SK kepengurusan Agung Laksono bernomor AHU.4.AH.11.01-52. SK pada 30 Desember 2015, Kemenkum HAM memberikan catatan. Yaitu:
1. Jika masih terdapat perbedaan pandangan di Partai Golkar, kami menghimbau agar perselisihan tersebut dapat diselesaikan melalui mekanisme yang diatur sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga DPP Partai Golongan Karya.
2. Kami mengharapkan agar semua potensi perbedaaan pendapat dapat diselesaikan melalui mekanisme yang arif, bijaksana dan seadil-adilnya.
Jadi, siapa yang memimpin Golkar sekarang? Siapa yang berhak membuat keputusan-keputusan penting partai di Dewan? Sebelum ada Munas lanjutan, sepertinya polemik antara dua kubu akan terus terjadi.
Sumber: Kompas.com