TOTABUAN.CO–Pembunuhan sadis yang terjadi pada satu keluarga di Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat pada 27 Agustus lalu diduga dilakukan oleh oknum TNI, ST, yang merasa sakit hati. Korbannya adalah seorang ibu yang tengah hamil empat bulan, FDS (26), dan dua anaknya yakni CPN (7) dan AH (2).
Dari hasil visum, FDS mengalami luka robek bekas sayatan parang berbentuk garis lurus dari perut hingga vagina. Sementara kedua anaknya mengalami luka bekas sayatan parang di kepala dan sekujur tubuh. Hal ini diketahui dari barang bukti berupa sarung parang yang ditemukan di tempat kejadian.
Kejadian bermula ketika suami korban, Yulius Hermanto (32) yang berprofesi sebagai Kepala SDN Inpres Yensey akan mengantar guru-guru baru ke daerah Yensey, pada 25 Agustus sekitar pukul 06.30 WIT. Yulius berangkat dari rumah menggunakan sepeda motor menuju pelabuhan dan melanjutkan perjalanan ke Yensey menggunakan long boat kurang lebih empat jam.
Di hari yang sama, telepon selular (ponsel) milik korban FDS tiba-tiba digunakan seorang laki-laki dan menelepon keluarga di Jayapura pada pukul 15.02 WIT. Berdasarkan keterangan dari keluarga korban, telepon itu hanya bertanya soal kabar. Pada pukul 22.00 WIT, ponsel itu digunakan kembali untuk menelepon.
Perwakilan keluarga korban, Matius Menteng, menuturkan, ketiga jenazah korban kemudian ditemukan pada 27 Agustus sekitar pukul 21.00 WIT. “Waktu itu ada tetangga, Yanto, melihat rumah korban sepi dan lampunya tidak menyala. Jemuran juga masih ada di luar, begitu dicek sudah ada tiga korban yang mulai membusuk,” ujar Matius di Kantor Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Pasar Rebo, Jakarta Timur, Rabu (16/9).
Tetangga korban saat itu pun langsung melapor ke Polres Teluk Bintuni. Hingga saat ini pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan.
Dari keterangan suami korban, dikatakan Matius, terduga pelaku ini sering menggoda korban. Beberapa kali pelaku menelepon korban, namun saat diangkat tidak ada suara. Pelaku pun juga kerap mengirim pesan singkat pada korban.
“Sebelum pembunuhan ini, pelaku sempat menelepon, tapi karena korban kesal dan merasa terganggu korban pun marah. Suami bilang supaya istrinya ganti nomor supaya tidak diganggu, tapi belum sempat ganti nomor terjadi pembunuhan ini,” jelasnya. Ia menduga pelaku merasa tersinggung hingga tega melakukan pembunuhan ini. Pelaku juga diketahui sedang dalam kondisi mabuk saat kejadian.
Hingga saat ini pihaknya masih menunggu hasil penyelidikan dari kepolisian. Pasalnya setelah hampir satu bulan kejadian, polisi masih belum menetapkan tersangka. “Ada indikasi ini dilakukan oknum tentara. Info dari Kapolda Papua, polisi sudah melimpahkan berkas ke Denpom (Detasemen Polisi Militer) Sorong tapi justru dikembalikan,” tuturnya. Menurutnya pihak Denpom Sorong hanya mau memeriksa sejumlah saksi yang terkait.
Matius mendesak pada kepolisian, bila sudah ada alat bukti agar segera menetapkan pelaku utama pembunuhan. Bahkan, lanjutnya, di Teluk Bintuni telah dilakukan demo terkait tuntutan penetapan pelaku pembunuhan sadis tersebut. “Rencananya 18 September nanti kami mau adakan demo lagi yang kita pusatkan di Manokwari. Kita sampaikan aspirasi minta pertanggungjawaban kapolres karena sampai saat ini pelaku pembunuhan masih berkeliaran,”
sumber;Beritasatu.com