TOTABUAN.CO — Pada 2013 lalu pemerintah memberikan Kartu Perlindungan Sosial (KPS) untuk 15,5 juta pendudukan sebagai penanda rumah tangga miskin dan rentan. Para pemegang KPS tersebut merupakan 25 persen dari rumah tangga dengan status sosial ekonomi terendah di Indonesia.
Saat ini KPS sedang digantikan dengan Kartu Keluarga Sehat (KKS). Fungsi KKS untuk mendapatkan manfaat Program Indonesia Sehat, Program Indonesia Pintar, dan Program Simpanan Keluarga Sejahtera.
Namun, sepanjang periode 2011-2015 ditemukan banyak terjadi kasus ketidakakuratan data. Padahal, Program Perlindungan Sosial (KPS) membuntuhkan pasokan data yang akurat. Karena itulah, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mencanangkan perlunya verifikasi dan validasi data pemegang KPS yang membutuhkan peran aktif pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota, serta keterlibatan masyarakat.
“Dengan adanya data yang valid dan terverifikasi, inclusion danexclusion error yang mungkin terjadi pada saat pendistibusian KIS, KIP, dan KKS bisa diminimalkan,” ujar Khofifah pada pembukaan Rapat Koordinasi Nasional dari Kementerian Sosial dengan agenda Verifikasi dan Validasi Data Kemiskinan 2015 di Jakarta, Selasa (14/4/2015).
Rakornas tersebut dihadiri sekitar 1.700 peserta terdiri dari Kadinsos Provinsi, Kepala Bappeda Provinsi, Kepala BK3S Provinsi, Kadinsos Kabupaten/Kota, Kepala Bappeda Kabupaten/Kota, Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kabupaten/kota, Perwakilan dari Kementerian dan Lembaga terkait, serta Unit teknis terkait di lingkungan Kementerian RI. Rakornas tersebut diadakan untuk meningkatkan sinergi dan koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, baik di provinsi dan kabupaten/kota dalam melakukan verifikasi dan validasi data kemiskinan di Indonesia.
“Karena yang paling tahu siapa rakyatnya dan kemudian siapa rumah tangga sasaran yang cocok menerima program dari pemerintah itu tentu saja kepala daerahnya,” ujar Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani yang ikut memberikan sambutan.
Adapun peran Kementerian Sosial dan Pemerintahan Daerah dalam Verifikasi dan Validasi Data Kemiskinan sudah sesuai dengan UU No 13 tahun 2011. Sebelumnya, verifikasi dan validasi data seperti ini belum dilakukan secara terstruktur dan terkoordinasi.
“Karena belum pernah ada anggaran, maka belum pernah dilakukan. Maka dari itu, verifikasi dan validasi ini termasuk ke dalam APBN-P. Ini termasuk baru juga di Kementerian Sosial,” kata Khofifah.
Namun, Khofifah berharap, ke depannya validasi data dapat dilakukan secara rutin setiap dua tahun. Hal itu sesuai mandat undang-undang dan dapat dilakukan dengan bantuan APBN yang sudah lebih terencana.
sumber : kompas.com