TOTABUAN.CO — Melihat semakin tingginya angka permohonan Dispensasi Pernikahan di bawah umur, yakni terdapat 11.212 kasus pada 2013 di seluruh Indonesia menurut data dari Badan Peradilan Agama, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) asal Yogyakarta, Rifka Annisa, menggelar Konferensi Membangun Ketahanan Keluarga Melalui Pencegahan KDRT dan Pernikahan Usia Anak pada hari ini (13/4). Dalam konferensi tersebut, Rifka Annisa mengundang pihak-pihak dari KUA di beberapa daerah dan Badan Penasihat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian (BP4).
“Kita sudah lama bekerjasama dengan para tokoh agama, khususnya di KUA dan BP4, untuk isu-isu Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan pernikahan usia anak. Jadi, kita ingin mereka membagi cerita mengenai upaya apa saja dalam menanggulangi permasalahan tersebut. Tokoh agama memiliki peran yang strategis untuk mitra kita dalam penanggulangan isu-isu tersebut,” ujar Direktur Rifka Annisa, Suharti, di Jakarta, Senin (13/4).
Dilanjutkannya, bahwa angka permohonan dispensasi pernikahan di bawah umur sudah sangat mengkhawatirkan. Karena kondisi tersebut akan merujuk ke banyak kasus kekerasan terhadap perempuan seperti KDRT.
“Memang kita tidak ada data persisnya, tapi menurut penuturan para hakim dari 11.212 kasus di 2013 tersebut yang mengajukan permohonan dispensasi pernikahan di bawah umur sebagian besar didasari karena kehamilan di usia remaja. Dikhawatirkan angka tersebut akan terus meningkat,” imbuh Suharti.
Dari penuturan tersebut, dilanjutkannya, bila ditelisik lebih dalam bisa ada indikasi kekerasan seksual yang memicu terjadinya kehamilan di usia remaja.
“Hal tersebut tentunya akan mempengaruhi masa depan sang anak dan memicu KDRT di kemudian hari karena belum adanya kesiapan psikis dalam menghadapi pernikahan,” kata Suharti.
Lalu, data dari Peradilan Agama pada 2014 tercatat hampir 500.000 kasus perceraian di seluruh Indonesia selama satu tahun. Ditemukan bahwa pada kasus perceraian banyak terjadi cerai yang dilakukan oleh perempuan atau cerai gugat.
“Kalau ditelisik lebih dalam alasan perceraiannya adalah karena kekerasan yang diterima oleh perempuan atau KDRT,” tandas Suharti.
sumber : beritasatu.com