TOTABUAN.CO – Kenaikan anggaran tunjangan uang muka mobil pejabat jadi sorotan. Kebijakan yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) ini mengalami banyak penolakan.
Dari data yang ada, tercatat dari 753 pejabat yang menerima anggaran tersebut, sebanyak 683 di antaranya merupakan anggota DPR dan DPD.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah tidak terlalu mempersoalkan hal ini. Setengah bercanda, dia menyarankan anggota Dewan berjalan kaki saja ke kompleks parlemen.
“Saya mengusulkan anggota Dewan enggak boleh pakai kendaraan dan harus difasilitasi. (Perumahan Dewan di) Kalibata jual aja. Pemerintah enggak perlu kasih perumahan Kalibata. Sehingga dengan demikian anggota DPR jalan kaki sampai ruang sidang, biar enggak (sakit) stroke,” seloroh dia di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/4/2015)
Anggaran mobil dinas sebenarnya merupakan anggaran rutin. Uang tunjangan kendaraan ini selalu dianggarkan tiap tahun.
Politikus PKS itu mengatakan, anggaran tunjangan uang muka kendaraan dinas pejabat harus dijelaskan secara transparan. Pemerintah dan DPR harus menjelaskan bagaimana proses munculnya mata anggaran itu.
“Kalau publik mempersoalkan, Presiden bersama DPR bisa menjelaskan itu,” kata dia.
Seperti diberitakan, Presiden Jokowi meneken Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 yang merevisi uang muka mobil pejabat menjadi Rp210 juta, yang sebelumnya hanya Rp116 juta.
Uang muka pembelian mobil pejabat tersebut diberikan kepada 753 pejabat, yang terdiri dari 560 anggota DPR, 132 anggota DPD, 40 Hakim Agung, 7 Pejabat Komisi Yudisial, 9 pejabat Mahkamah Konstitusi, dan 5 pejabat BPK.
Pemerintah kemudian banyak dikritik. Pemerintahan Jokowi dianggap tidak peduli terhadap rakyat. Namun, Sekretariat Kabinet menjelaskan anggaran tersebut awalnya diusulkan Ketua DPR Setya Novanto.
Pada 5 Januari 2015, sebelum APBNP 2015 disahkan, Setya mengirimkan surat usulan kepada pemerintah untuk menaikkan anggaran uang muka pembelian mobil pejabat.
sumber: metrotvnews.com